Rabu, 17 Maret 2010

SANGGAR GEDEK


PERANAN SANGGAR SEBAGAI WADAH KREATIFITAS


Siang itu hujan lebat yang diselingi angin mengguyur Kota Administrasi Depok, tak luput wilayah yang banyak memiliki berbagai potensi yaitu wilayah Pancoran Mas.  Sementara di Jalan Durian, Depok Jaya sekelompok seniman sibuk mempersiapkan diri dalam sebuah acara yang telah dirancang jauh hari sebelumnya. Air hujan masih setia mengucur membawakan berkah yang dikirim olehNYA diantara kesibukan anak manusia tuk wujudkan sebuah impian. Satu persatu berdatangan tamu undangan, menuruni anak tangga usang ke  tepian kolam dalam hamparan lahan seluas 3000 meter persegi.
Lahan di tepian perumahan tersebut tampak hening, hanya rumpun bambu tegar berjajar yang ditemani beberapa pepohonan lain serta rumput liar  sepanjang tepian kolam. Musik mengiringi hujan hingga tak terasa azan ashar menggema dalam keheningan mendung, kelompok seniman semakin sibuk menyambut dan berjabatan tangan dengan para tamu yang datang untuk menghadiri sebuah acara ”Apresiasi dan Lounching Workshop Sanggar Gedek”  
Guyuran hujan lebat tersebut terjadi pada hari Senin 15 Maret 2010, menyebabkan terlambatnya acara yang sedianya akan dibuka pada jam 14.00 Wib, alhasil mundur hingga sore hari, tentunya kehadiran tamu undangan tak seperti yang diharapkan, namun semua itu tak membuat lesu dan patah semangat para seniman. Bertindak selaku ketua panitia acara lounching adalah Eko, pria tengah baya dengan kemeja batik dan gaya khas Yogyakarta itu menyampaikan sambutan, visi maupun misi Sanggar Gedek ke depan dalam mengangkat generasi kreatif maupun seni dan budaya Depok.
Sanggar Gedek dalam kelahirannya telah merangkul dan bekerjasama dengan para seniman maupun tokoh lain dari berbagai disiplin ilmu, seperti teater, puisi, seni tari, seni musik, seni lukis, bahkan jurnalis yang ada di Kota Depok, mereka tak lain Johni, Andi, Dewi, feri, Joko, Anwar, Nining, Agus, Randu, Yantoto, Budi dan beberapa lainnya yang telah tersusun dalam kepengurusan Sanggar Gedek untuk periode 2010 s/d 2015.
Hujan telah reda ketika sebuah tarian kreasi baru menggebrak di awal launching, gemulai dan dinamis membentuk sebuah pesan tersendiri, penari cantik dari Sanggar Tari Ayodiapala, sebagai wujud eksistensinya untuk melestarikan budaya bangsa dalam kehidupan masyarakat.  Selanjutnya pentas Bamboo String atau Bambu Gesek dari Joko bersama kedua anak didiknya. Alat musik yang terbuat dari bambu ini memang hasil kreatifitas Joko seorang, ia menciptakan alat tersebut sejak tahun 1996. Dalam panggung sederhana itu Joko memperkenalkan alat ciptaannya dalam sebuah tembang jawa ”Ilir-ilir” diiringi sebuah gitar oleh Rio salah satu anak didiknya, sementara murid yang lainnya membacakan sebuah puisi tentang arti sebuah kehidupan. Kolaborasi bambu gesek dan gitar memberikan warna baru dalam dunia musik, khususnya bambu gesek, alat musik baru, langka dan asli, hasil ciptaan generasi kreatif Depok, yaitu Joko.
Acara Apresiasi dan Lunching Sanggar Gedek juga dihadiri Wali Kota Depok yang dalam hal ini diwakili oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata,  Dinas Pendidikan, Camat Pancoran Mas, Kepala Desa Depok Jaya, dan beberapa tokoh masyarakat serta budayawan, seniman hingga wartawan media massa di wilayah Depok. Hujan pun menjadikan sebuah hikmah dalam mengiringi kehadiran tamu undangan dalam kebersamaan sebuah restu, memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada sebuah organisasi sebagai wadah kreatifitas generasi Depok dengan segala aktivitas budaya dan seni dalam kehidupan masyarakat Depok yang beraneka ragam latar belakang.    
Untuk memberikan apresiasi kepada hadirin, Feri dengan rambut panjangnya khas seniman, tampil di atas panggung dengan guyon puisinya, kocak tapi penuh makna yang memang sulit dicerna oleh kebanyakan orang. Itu adalah hasil kreatifitas seniman, tentunya telah melalui proses yang tidak mudah yang tak kan hadir begitu saja dalam gerakan dan kata-kata dalam irama. Merupakan ciri dan kekhasan tersendiri dari puisi maupun bagi Feri seorang. Tak cuma itu kemahiran Feri, sebagai guru musik memberikan suguhan yang menawan dan menghangatkan suasana sore itu. Dengan kemahiran bermain gitar, ia berkolaborasi bersama Joko dengan alat bambu stringnya. Permainan musik yang mengasyikkan, irama lembut hingga cepat penuh dinamis membentuk nada-nada membuat pesona tersendiri.
Kreatifitas-kreatifitas seperti itu memang diperlukan oleh seorang seniman, sementara sanggar sebagai wadah dalam mengolah karya memberikan kesempatan seluas-luasnya dalam meniti karier maupun kehidupan selanjutnya. Dan mereka memang membutuhkan sebuah wadah yang dapat menampung, menghargai hasil olahannya, baik dalam bentuk benda, suara, visual, maupun tulisan. Ide-ide cemerlang seniman memberikan warna baru dalam kehidupan budaya masyarakat, bahkan mengangkat wadah itu sendiri dalam sebuah bentuk yang lebih hidup dan menjanjikan diantara kehidupan masyarakat yang melingkupinya.
Depok sebagai salah satu gudang seniman yang telah banyak mengecam pengalaman dalam tingkat nasional, bahkan internasional seperti yang diungkapkan oleh sastrawan senior Afrizal Nur dalam sambutannya di sore itu. Namun Depok sampai saat ini belum memiliki ciri seperti halnya kota-kota lain, khususnya pakaian adat sebagai identitas diri. Maka ungkap beliau, wadah seperti Sanggar Gedek ini patut untuk didukung dalam menjalankan visi maupun misinya, pembinaan dari para pihak terkait hendaknya mengarah pada sebuah bentuk yang dapat mengangkat karya-karya seniman Depok dalam percaturan budaya bangsa negeri ini.  Tentunya dengan bersatu antara yang satu dengan yang lainnya, untuk sebuah tujuan yang positif demi mengangkat budaya lokal melalui berbagai kreatifitas seni dari generasi hingga generasi selanjutnya.  Dalam kesempatan ini Afrizal Nur juga menyuguhkan tontonan menarik, beliau membacakan dua buah puisi karyanya dengan kekhasan suara lantangnya, hadirin pun memberikan applus dengan tepuk tangan yang meriah di akhir puisi tersebut.
Di sisi lain, baik Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Bapak Camat maupun tokoh masyarakat lainnya bersepakat mendukung keberadaan Sanggar Gedek maupun sanggar lain di wilayah Depok, yang kini telah mencapai kurang lebih 21 sanggar di berbagai tempat di Depok ini dengan berbagai macam kegiatan, baik bidang musik, teater, musik, tari dan senirupa.  Mengharapkan lahan seluas 3000 meter persegi dengan suasana yang mendukung untuk berkreatifitas tersebut, dapat mempertahankan eksistensinya sebagai wadah bagi para generasi kreatif Depok umumnya,  dan khususnya masyarakat di wilayah Pancoran Mas. 
Kelahiran sebuah wadah seperti sanggar memang bukan hanya sekedar peresmian ataupun lounching yang dihadiri oleh berbagai kalangan maupun tokoh. Namun sebuah tanggungjawab yang berat dalam menjalankan visi dan misi yang telah dijadikan pedomannya selaku wadah bagi generasi kreatif yang ada di sekitarnya. Menjadi sebuah sorotan apa yang selalu dilakukan dalam kegiatan-kegiatan yang berlangsung di sanggar tersebut. Bahkan sebuah panutan dalam melahirkan budaya dengan berbagai bentuk karya seni. Pola hidup yang pada umumnya menganut bebas, yang terkadang membuat masyarakat umum salah persepsi kerap kali menjadi bumerang bagi gerak sanggar itu sendiri. Namun entah kenapa semua itu tetap dipertahankan dan dilestarikan, bahkan menjadi sebuah trade mark yang menjadi kebanggaan seniman itu sendiri.
Zaman telah banyak berubah, adat ketimuran masih kuat bercokol di negeri tercinta ini, dan dunia telah mengakuinya. Kreatifitas sangat diperlukan dalam sanggar, namun kebersamaan lebih diutamakan dalam membangun sebuah sanggar sebagai wadah kreatifitas itu sendiri. Menjalankan apa yang telah menjadi cita-cita, memberikan jalan kepada para anak didik untuk bekal dikemudian hari. Memberikan motivasi dalam kepercayaan diri mencari identitas dan pengakuan akan hasil karya-karyanya. Tugas sanggar memang tidaklah mudah dan ringan, sulit dan itulah adanya. Namun dengan keinginan yang dilandasi niat baik dalam ketulusan maupun keiklasan hati, kesabaran bersama akan menuntun dalam sebuah kenyataan mimpi.
Peranan sanggar sebagai wadah kreatifitas para seniman tentunya memerlukan pengurus dan atau pembimbing yang mengerti akan kehidupan seni itu sendiri. Bekerja secara profesional, sedangkan pendekatan sesama maupun terhadap anak didik dapat dilakukan secara kekeluargaan. Memberikan motivasi-motivasi dalam membangun untuk kepentingan kelompok maupun dalam membentuk pribadi anak didik guna meningkatkan daya imaginasi, agar dapat berkreasi secra profesional, dan dapat melahirkan ide-ide yang cemerlang. Sehingga karya-karya yang dihasilkan dapat memberikan nuansa-nuansa baru yang segar dalam khasanah budaya dengan berbagai bentuk karya seni.
Kehidupan seniman dalam sebuah wadah seperti sanggar, memiliki kekhasan tersendiri, berbeda dengan kehidupan masyarakat pada umumnya. Orang bilang penuh keanehan/eksentrik dengan penampilan yang serba adanya. Itu tak lain sebagai sebuah keseimbangan jiwa guna mencari identitas dan pengakuan akan karya-karya hasil kreatifitasnya. Namun yang lebih penting lagi selalu menyadari keberadaan dirinya sebagai mahluk sosial yang tak lepas dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Peka terhadap lingkungan dimana wadah itu berada, selalu menyadari bahwa sanggar hidup diantara kehidupan masyarakat dari berbagai lapisan. Sehingga dengan kepekaan tersendiri sebagai seorang seniman dapat memberikan ide dalam langkah-langkah inovasinya. Dapat mengangkat kehidupan alam maupun masyarakat di sekitarnya dalam sebuah karya, sehingga masyarakat di sekitarnya dapat mengakui eksistensi sanggar dengan segala kegiatannya.
Pengakuan terhadap seniman beserta wadahnya merupakan sebuah jalan dalam kebersamaan. Dapat memberikan motivasi yang lebih baik lagi di hari-hari selanjutnya, mewujudkan ketenangan yang memang sangat diperlukan bagi anak didik dalam mengikuti para pembimbing atau seniornya untuk mewujudkan cita-cita dalam mengembangkan talenta yang ada pada dirinya.  Untuk itu jalan bersama secara serasi, seimbang, dan berkesinambungan diperlukan dalam kehidupan sebuah sanggar. Saling mendukung dan mengisi satu sama lain dalam sebuah angan-angan yang telah tersurat dalam kalender misi dan misi.
Hujan rincik masih menetes perlahan mengiringi satu persatu langkah-langkah gontai dalam desiran bayu yang mulai terasa dingin menyentuh tubuh. Sementara beban pundak di hari esok makin terasa berat membayang dalam benak masing-masing. Para pihak selaku pembina sanggar melangkah meninggalkan lokasi, para tokoh beramah tamah, ikan-ikan di kolam sekitar sanggar turut menyaksikan ketika para tamu undangan menancapkan bibit-bibit tanaman berupa buah belimbing dan pohon bambu di tepiannya, dengan harapan lingkungan semakin berseri.  Sejalan Sanggar Gedek mengayuh bahtera kehidupan selanjutnya menggali Generasi Depok untuk lebih Kreatif.  Walau lelah tubuh ini, anganku berharap, apa yang telah terucapkan dalam sambutan-sambutan tadi akan terwujud di keesokan hari bersama menyingsingnya fajar. Sebuah kebersamaan membangun kota idaman dalam budaya adi luhung untuk membangkitkan masyarakat mencari identitas diri dalam bentuk karya seni, hasil generasi kreatif melalui sebuah wadah, yaitu Sanggar Gedek. (yanto’2010)                      

2 komentar: