UPAYA PELESTARIAN ELANG JAWA
SEBAGAI SATWA NASIONAL DAN LANGKA
YANG DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.
Indonesia merupakan Negara yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati serta tingkat endemisme (keunikan) yang sangat tinggi sehingga dimasukkan dalam salah satu negara mega biodiversity (PHPA 2005). Menurut World Conservation Monitoring Committee Indonesia (1994) kekayaan alam Indonesia berupa keanekaragaman hayati tersebut antara lain memiliki 1.539 jenis burung (17% dari seluruh jenis burung di dunia).
Predikat sebagai Negara mega-biodiversity baik dari segi keanekaragaman genetic, jenis, maupun ekosistemnya memang cukup membanggakan, disamping menuntut adanya tanggung jawab yang sangat besar untuk mempertahankan keseimbangan antara kelestarian fungsi (ekologis) dan kelestarian manfaat (ekonomis) keanekaragaman hayati.
Saat ini dari sekian banyak jenis burung tersebut populasinya di alam berada dalam kondisi kritis. Dan jenis tersebut merupakan satwa endemis yang mengundang perhatian internasional,l sehingga pelaksanaan pemulihan populasi menjadi sangat penting.
Elang Jawa (Spizoetus bartelesi) adalah salah satu burung pemangsa terbesar berjambul yang hanya terdapat di Pulau Jawa. Merupakan burung yang sangat indah, dan telah ditetapkan sebagai satwa nasional pada tahun 1993 melalui Keputusan Presiden Nomor 4 karena kemiripanannya dengan Garuda, burung mitos yang terdapat dalam cerita budaya di Indonesia. Dan kehebatannya sebagai dalam cerita mitologi yang menjadikannya sebagai lambang nasional. Keberadaan Elang Jawa di beberapa habitat kiranya sedang mendapat ancaman yang serius.
Kehidupang burung tersebut sangat tergantung pada sisa hutan hujan di Pulau Jawa yang merupakan habitatnya. Kerusakkan habitat yang terus menerus berlangsung,l serta perubahan secara cepat hutan primer dan perdagangan gelap menjadikan Elang Jawa sebagai salah satu burung pemangsa yang paling terancam di dunia. Jika upaya pengelolaan tidak segera dilakukan keberadaan burung ini akan punah dalam beberapa dekade.
Satwa langka seperti Elang Jawa dalam beberapa tahun terakhir semakin sulit ditemui pada habitatnya di Pulau Jawa. Dan tentunya upaya-upaya dalam pemulihan spesies burung tersebut perlu untuk dilakukan agar tidak mengalami kepunahan, serta mempertahankan keneradaannya sebagai satwa nasional agar tetap dikenal oleh generasi mendatang. Oleh karena itu pemerintah telah mengambil tindakan serius dalam konservasi burung yang unik ini. Semua burung pemangsa yang aktif pada siang hari telah dilindungi oleh Undang-undang sejak tahun 1970, dan untuk jenis langka dan terancam juga dilindungi ketat oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.
Elang Jawa dicantumkan didalam Red Data Book IUCN sejak tahun 1966, dan di dalam Apendix I CITES, ini berarti segala bentuk perdagangan internasional Elang Jawa dilarang. Sebagai salah satu mahluk tersisa penghuni bumi, secara hidupan liar populasinya saat ini sudah pada kondisi sangat menghawatirkan yang cenderung keberadaannya mengarah pada laju kepunahan.
Ancaman besar terhadap Elang Jawa tersebut antara lain adalah kerusakkan habitat, perburuan/pemanfaatan/perdagangan yang tidak terkendali. Maka burung tersebut ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi dengan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/UM/8/1970 dan PP No. 7 tahun 1989, dengan demikian Elang Jawa secara mutlak dilindungi di seluruh wilayah Republik Indonesia, baik dalam hal penangkaran, pemilikan maupun perdagangannya. Sedangkan hutan hujan di Pulau Jawa yang merupakan habitat Elang Jawa perlu dipertahankan keberadaannya. Dengan demikian diharapkan upaya penanggulangan terhadap pencurian/penangkapan Elang Jawa serta ancaman kerusakan habitatnya dapat ditingkatkan.
2. Maksud dan tujuan.
Maksud penulisan dari sebuah upaya pelestarian Elang Jawa sebagai satwa nasional dan langka yang dilindungi undang-undang adalah sebagai bahan informasi, bahwa pelestarian jenis satwa langka seperti Elang Jawa perlu unruk dilaksanakan di habitatnya hutan hujan di Pulau Jawa. Dan mempertahankan keberadaan satwa langka Apendix I CITES yang merupakan salah satu satwa kebanggaan Indonesia, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dimasa mendatang, dan khususnya Pulau Jawa, dimana Elang Jawa tersebut telah dipergunakan sebagai satwa nasional
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
- Bahwa upaya pemulihan spesies seperti Elang Jawa dalam habitatnya di Pulau Jawa merupakan salah satu program prioritas Dephut dibidang konservasi yang perlu melibatkan pihak lain sebagai pengelola.
- Pengembangan dan pengelolaan di bidang konservasi satwa liar dapat dilaksanakan di habitatnya secara maksimal guna mencegah satwa langka tersebut agar tidak mengalami kepunahan.
- Dapat meningkatkan peran masyarakat di sekitar habitat Elang Jawa dalam melindungi jenis satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang.
- Memberikan informasi kepada semua pihak tentang Elang Jawa sebagai satwa nasional yang memiliki kemiripan dengan Garuda, burung mitos yang terdapat dalam cerita budaya di Indonesia, yang dapat menjadikannya sebagai lambang negara nasional. Sehingga kelestarian satwa langka tersebut dapat dipertahankan dan menghindari kepunahan.
3. Ruang Lingkup
Pengelolaan dalam perlindungan dan pelestarian satwa langka dalam habitat alamnya merupakan upaya yang telah dilakukan guna melindungi, mempertahankan kelestarain/keberadaannya sebagai salah satu bentuk kesadaran akan pentingnya program konservasi, khususnya konservasi in-situ yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
Upaya pemulihan spesies langka seperti Elang Jawa dapat dilakukan secara maksimal di berbagai lokasi habitatnya di hutan Pulau Jawa, yang memerlukan penanganan secara serius tanpa adanya polusi genetic maupun sifat-sifat yang menyimpang dari asalnya. Dan upaya tersebut perlu mendapat dukungan dari berbagai pihak terkait sehingga dapat mendukung kelestarian satwa liar dari jenis burung dari kepunahan.
PENGERTIAN DAN BATASAN
Adapun pengertian yang akan diutarakan dalam tulisan ini adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan permasalahan pokok dalam dalam karya tulis, antara lain sebagai berikut :
Pengelolaan adalah suatu upaya rehabilitasi sumber daya alam yang dapat dipertahankan agar memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan, dalam hal ini adalah upaya penangkaran dalam rangka perbanyakan jenis guna mempertahankan keberadaan jenis satwa liar dari kepunahan dimana jenis tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Konservasi In-situ adalah suatu kegiatan perlindungan, pemeliharaan serta perbanyakan jenis satwa liar yang dilakukan di dalam habitat alamnya. Dan dalam hal ini adalah kegiatan pemulihan spesies Elang Jawa dalam hutan hujan di Pulau Jawa.
Satwa langka adalah jenis binatang yang populasinya semakin menurun dan sukar ditemui di alam habitatnya atau daerah sebaran aslinya. Dalam tulisan ini satwa langka yang dimaksud adalah jenis burung, yaitu Elang Jawa, dimana di alam habitatnya Pulau Jawa populasinya semakin hari semakin berkurang
Satwa endemik adalah binatang yang secara hidupan liar hanya terdapat di suatu bagian daerah, dan tidak terdapat di tempat lainnya. Elang Jawa merupakan jenis burung yang hanya terdapat dan hidup serta berasal dari hutan hujan di Pulau Jawa yaitu Taman Nasional Gede Pangrango, Taman Nasional Halimun Salak, Gunung Slamet, Pegunungan Dieng, dan Taman Nasional Meru Betiri
Habitat adalah lingkungan atau sebaran dimana salah satu satwa hidup yang telah bersatu dengan alam sekitarnya, baik mencari makan, berlindung hingga berkembang biak dalam satu kawasan serta jarak yang tertentu.
POPULASI DAN HABITAT ELANG JAWA
- Populasi
Elang Jawa (Spizoetus bartelesi) merupakan salah satu kelompok burung pemangsa di hutan hujan dari marga Spizaetus yang hidup di Asia Tenggara. Karena langkanya koleksi spesimen dan adanya variasi bulu pada marga speizaetus yang terkait dengan umur, maka Elang Jawa baru dapat diketahui sebagai satu spesies burung endemik Pulau Jawa pada tahun 1953. Dan spesies ini memiliki kedekatan (kekerabatannya) dengan Elang gunung (S alboniger) Elang Sulawesi (S laneealatus), Elang Gunung (S nipalensis) dan Elang Filipina (S phillippensis). Elang Jawa merupakan salah satu burung pemangsa penetap terbesar di Pulau Jawa dan secara alami merupakan satwa langka dan suka hidup tersembunyi.
Populasi burung ini diperkirakan sangat rendah, memiliki daerah jelajah 20-120 km2. Pada tahun 1989 oleh Meyburg diperkirakan Elang Jawa tinggal 50-60 pasang, sedangkan berdasarkan Sozer dan Nijman tahun 1995 populasi Elang Jawa sekitar 81-108 pasang. Dan pada tahun 1996 Van Ballen berdasarkan luas hutan 5230 km2 populasi Elang Jawa sekitar 130 pasang. Sedangkan menurut Collar dkk tahun 1994 spesies ini termasuk pada kategori genting dengan kemungkinan tingkat kepunahan sekitar 20 % dalam 20 tahun. Dan pada saat ini populasinya kurang dari 10.000 ekor dan akan menurun drastis karena perdagangan dan penyusutan habitat.
Saat ini Elang Jawa merupakan satwa langka yang telah mendekati kepunahan karena habitat alamnya telah banyak tergnggu oleh berbagai kepentingan. Selain itu, sebagai burung yang populer sebagai satwa nasional mendukung para pemburu untuk menangkap burung tersebut untuk diperdagangkan.
- Habitat
Keberadaan Elang Jawa tercatat di 66 lokasi di seluruh Pulau Jawa, yang kebanyakan pada daerah perbukitan dan sebagian di dataran rendah. Dan habitat Elang Jawa terkonsentrasi di bagian Barat dan Timur karena kedua daerah ini merupakan bagian pulau yang masih banyak memiliki hutan. Di Jawa Barat, sebagian besar catatan perjumpaan baru tentang Elang Jawa di sekitar Bogor, Taman Nasional Gede Pangrango dan diperkirakan populasi terbesar di dunia terdapat di Taman Nasional Halimun Salak. Di beberapa daerah di Jawa Tengah yang kawasan hutannya sudah rusak, spesies ini dijumpai di kawasan hutan yang telah terfragmentasi termasuk kawasan penting di Pegunungan Pembarisan, Gunung Segara, Gunung Slamet dan pegunungan yang berbukit di sebelah Barat dan Barat Daya Datarang Tinggi Dieng. Sedangkan di Jawa Timur populasi terbesar Elang Jawa terdapat di Taman Nasional Meru Betiri, sekitar Gunung Kawi, Arjuno dan Gunung Wilis-Liman.
Elang Jawa hidup di hutan hujan sampai 3000 m dpl, dan menyukai daerah 200-1200 m dpl. Namun berdasarkan penelitian Van Ballen (1991), Sozer dan Nijman (1995) dan Rov dkk (1997) bahwa spesies ini terkonsentrasi pada ketinggian antara 500-2000m dpl. Kenyataan bahwa spesies ini jarang dijumpai di daerah yang lebih rendah.
Spesies burung Elang Jawa ini erat sekali kaitannya dengan hutan primer, namun spesies ini juga memanfaatkan hutan sekunder untuk berburu dan bersarang tetapi lokasinya berdekatan dengan hutan primer guna melakukan pembiakan. Walau daerah jelajah Elang Jawa banyak tumpang tindih dengan kawasan yang bercurah hujan tinggi, wilayah teritori dapat pula dijumpai di tepi hutan yang lebih kering, misalnya hutan tropis semi meranggas di Alas Purwo.
Elang Jawa dalam mempertahankan hidupnya memangsa mamalia kecil hingga sedang seperti tupai/bajing, kelelawar, tando dan anak monyet di dalam hutan, dan agak jarang memangsa burung seperti kerabat merpati dan ayam kampung serta reptilia. Cakarnya berukuran relatif pendek yang merupakan bukti bahwa spesies ini tidak terbiasa menangkap burung-burung sewaktu terbang, dan tentu saja burung-burung yang kuat terbang tidak terlalu takut terhadap Elang Jawa dibandingkan dengan alap-alap atau jenis elang lainnya.
Menurut Bartelis (1993) masa perkawinan burung Elang Jawa bulan Juli dan Agustus dan masa bertelurnya Januari hingga Juni. Membuat sarang di pohon Rasamala yang merupakan jenis pohon yang disukai, juga ditemui pada pohon Pasang (Lithocarpus sp), Cemara dan Puspa. Dan sarang di tepi hutan primer atau pada sekitar yang berdekatan dengan manusia yang tentunya dekat dengan hutan primer yang luas.
Umumnya telur Elang Jawa hanya satu butir dengan masa pengeraman selama 44-48 hari. Dan anak Elang Jawa mulai terbang pada umur 60-70 hari dengan tetap tinggal di sekitar sarang hingga beberapa bulan. Dan pasangan burung ini dapat bertelur kembali pada suatu musim kawin bila anaknya mati atau diambil oleh manusia (Rov 1977) tetapi dapat juga terjadi pada pasangan elang tidak mengalami masa terbaik lagi selama setahun penuh atau bahkan lebih (Bartelis 1924, Van Ballen 1996). Elang mulai berkembang biak pada fase bulu belum dewasa dan diperkirakan berumur empat tahun.
Untuk mempertahankan keberadaan Elang Jawa tentunya bersamaan dengan pengelolaan kawasan konservasi sebagai habitatnya. Dan habitat Elang di Pulau Jawa terganggu dengan adanya berbagai kepentingan yang dapat dapat mempersempit daerah jelajah dan kehidupan burung tersebut.
ANCAMAN KELANGSUNGAN HIDUP ELANG JAWA
- Hilang dan Rusaknya Habitat
Faktor pembatas Elang Jawa adalah luas habitat yang sesuai. Pada tahun 1980 tersisa 2590 km2 hutan dataran rendah dan 2640 km2 hutan pegunungan di Pulau Jawa. Oleh karenanya tidak dapat dihindari lagi bahwa populasi elang di alam tidak pernah lebih besar dari daya dukung kawasan berhutan. Tidak diragukan lagi bahwa kawasan ini relatif sangat sempit, dan tentu saja merosot tajam dari luas kawasan hutan yang sebelumnya menutupi Pulau Jawa. Sedangkan kawasan hutan jati yang boleh dibilang merata di setiap propinsi di Jawa merupakan wilayah yang penting untuk Elang Jawa, dan kemampuannya untuk melangsungkan hidup di habitat ini sekarang belum banyak diketahui
Beberapa kawasan lindung yang merupakan tempat hunian Elang Jawa saat ini mengalami tekanan perburuan dan perambahan, sedangkan tindakan perlindungan setempat masih sangat terbatas. Di tempat-tempat seperti ini akumulasi dan kerusakkan-kerusakkan kecil akan menjadi hal yang serius (Mooney 1997). Selanjutnya hampir semua teritori yang diamati pada tahun 1997 berada di hutan produksi di luar batas taman nasional, sehingga pengalihan status kawasan atau pengelolaan kawasan yang memiliki dampak terhadap kehidupan elang merupakan hal penting yang harus segera ditangani. Habitat utama di beberapa kawasan pegunungan dan perbukitan akhir-akhir ini juga terbuka untuk pembangunan, kadang-kadang habitat-habitat penting bagi Elang Jawa ditebang. Dikuatirkan Elang Jawa tidak dapat berpencar dengan baik di habitat bukan alaminya, maka akan terjadi isolasi genetik di antara kantung-kantung habitat yang terfragmentasi dimana mereka bertahan hidup.
Faktor kebakaran hutan merupakan ancaman yang serius terhadap hutan di Jawa, dan kebakaran tersebut kebanyakan tidak mendapat perhatian, yang pada akhirnya berdampak merusak habitat penting Elang Jawa di Jawa Barat seperti di Gunung Gede. Berkurangnya pohon untuk bersarang bagi Elang Jawa, dimana burung tersebut lebih suka bersarang pada beberapa jenis pohon tertentu.
- Perdagangan
Dalam beberapa tahun terakhir ini, diduga bahwa penawaran Elang Jawa untuk diperdagangkan di pasar-pasar burung di Jakarta semakin meningkat (Meyburg dkk 1989, Sozer dan Nijman 1995). Dalam bebarapa survei didapat bahwa sekitar 30-40 ekor Elang Jawa secara terang-terangan ditawarkan di seluruh pasar burung di Jawa setiap tahunnya (Nursahid dkk 1996). Tentu saja burung-burung tersebut adalah yang bertahan hidup, yang lain mungkin mati pada waktu penangkapan dan pengangkutan, dan yang lainnya terjual tanpa dapat ditelusuri.
Sementara spesies ini membuat sarang yang unik, jelas dan mudah dikenal di habitat-habitatnya, sehingga sangat mudah bagi para pemburu untuk mengambil anaknya. Peeningkatan status Elang Jawa menjadi burung nasional oleh pemerintah adapat menambah keinginan untuk memilikinya sebagai lambang status atau simbol sosial seseorang (Sozer dan Nijman 1993). Bahkan diduga staf kedutaan asing banyak memiliki burung ini (Van Ballen 1996). Selama ini perdagangan Elang Jawa diduga hanya terbatas di Jawa, dan sebagaian besar memperdagangkan anakannya yang dicuri dari sarang dan sebagaian kecil lagi burung remaja serta dewasa yang tertangkap
Perdagangan Elang Jawa sebagai satwa nasional yang kini semakin langka merupakan salah satu penyebab semakin menipisnya populasi burung tersebut. Adapun faktor lain yang dapat mengganggu kehidupan Elang Jawa adanya penggunaan pestisida secara luas di perkebunan dan sawah yang berbatasan dengan habitat Elang Jawa, karena habitat tersebut kadang dipergunakan Elang Jawa sebagai tempat berburu mangsa, ada kemungkinan residu kimia akan terakumulasi di puncak rantai makanannya. Hal tersebut dapat berdampak pada keberhasilan perkembangbiakan burung tersebut, seperti menyebabkan cangkang telur menipis, dan ini terjadi di beberapa bagian di Pulau Jawa yang merupakan habitat Elang Jawa.
UPAYA PERLINDUNGAN ELANG JAWA
1. Perundang-undangan
Pada tahun 1970 Elang Jawa bersama burung-burung pemangsa lainnya di Indonesia dilindungi berdasarkan Surat Keputusan Nomor 421/Kpts/Um/8/1970, dan untuk jenis langka dan terancam punah mendapat perlindungan tambahan dalam pasal 21 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 dengan sanksi hukuman denda sebesar seratus juta rupiah dan hukuman kurungan maksimum 5 tahun. Spesies ini juga termasuk dalam daftar CITES. Tahun 1993 Presiden Soeharto menetapkan Elang Jawa sebagai Burung Nasional Republik Indonesia karena kemiripannya dengan Garuda
Peraturan maupun Undang-undang tentang burung Elang Jawa kiranya masih perlu untuk disosialisasikan kepada semua pihak. Karena sampai saat ini masih saja terlihat perdagangan gelap Elang Jawa di beberapa pasar burung. Dan para pemburu liar kiranya masih tetap melakukan perburuannya di berbagai habitat Elang Jawa tanpa adanya rasa takut dengan aturan yang telah ada.
Di satu sisi petugas perlindungan satwa langka tersebut belum melakukan tindakan-tindakan nyata yang dapat membuat jera para pelaku kejahatan terhadap elang. Sementara faktor pendukung yang diperlukan bagi petugas kiranya belum semua dapat direalisasikan secara baik dan seimbang guna mendukung tanggung jawab dalam memberikan perlindungan terhadap satwa langka Elang Jawa.
2. Kawasan Lindung Dan Pengelolaan Habitat
Kawasan lindung yang mendukung keberadaan Elang Jawa sudah ditetapkan di Jawa. Kawasan yang mencakup seluruh daerah sebaran Elang Jawa ini akan berfungsi baik jika hutan produksi dan hutan lindung di kawasan penyangga masing-masing dikelola dengan baik. Namun demikian, masih ada kesejangan kawasan lindung di Jawa Tengah.
Langkah utama terpenting dalam menyelamatkan Elang Jawa adalah membentuk kawasan lindung di Jawa Tengah di sekitar Gunung Dieng, Gunung Slamet, kawasan lindung pegunungan Dieng harus dikhususkan untuk melindungi Elang Jawa sebagai lambang burung nasional Indonesia. Memperkuat perlindungan terhadap 4 kawasan hutan habitat Elang Jawa di Jawa Tengah (G. Segara, G Pembarisan, G Murio dan G Turgo) adalah tindakan konservasi jangka panjang yang tepat.
Pengawasan terhadap seluruh kawasan lindung yang dihuni Elang Jawa harus ditingkatkan dengan membuat tapal batas yang jelas, mellaui kegiatan penyuluhan pada masyarakat setempat dan dengan kebijakan yang mantap dan konsisten dalam menghadapi semua gangguan (Mooney 1997). Dimana kawasan lindung dengan unit pengelolaan perlu disurvei untuk menentukan sarang, dan sumber daya untuk melakukan pemantauan serta menjaga sarang-sarang tersebut juga perlu dialokasikan.
Restorasi habitat yang kondisinya kurang optimum sampai pada tingkat yang dapat mendukung kebutuhan elang juga perlu diteliti. Beberapa perkebunan berangsur-angsur perlu dimodififikasikan dengan memanfaatkan koridor sepanjang aliran-aliran air dan di tempat lain.
3. Pemantauan Dan Pengawasan Perdagangan
Lembar informasi untuk mengidentifikasi Elang Jawa perlu diterbitkan dan disebarluaskan kepada masyarakat. Unit khusus untuk melakukan kunjungan acak di beberapa pasar burung juga perlu dibentuk serta untuk menyita burung-burung yang dilindungi dan bila diperlukan dilanjutkan dengan menetapkan denda yang sesuai.
Harus ada pembatasan ketat terhadap taman-taman burung dan kebun-kebin binatang di Indonesia yang memelihara dan memamerkan elang, dan lembaga-lembaga ini perlu dipantau. Pemasangan microchip perlu dipertimbangkan sebagai pemandu individu elang yang dipelihara oleh lembaga-lembaga ini. Semua Elang Jawa peliharaan perlu didaftarkan sebagai milik negara.
4. Publisitas
Sebagai satwa nasional kiranya perlu untuk dipublikasikan secara luas melalui berbagai media cetak dan elektronik guna untuk menghentikan perdagangannya serta informasi Elang Jawa perlu untuk dilindungi dan dilestarikan. Perlu membuat film dokumenter tentang Elang Jawa dan dipublikasikan mellaui stasiun TV.
Kampanye penyuluhan bagi masyarakat di dalam atau di sekitar kawasan hutan konservasi yang dihuni Elang Jawa, harus ditujukan untuk membangkitkan kebanggaan dan kewaspadaan masyarakat setempat. Untuk alasan apapun tidak dibenarkan untuk menagkap Elang Jawa untuk pameran atau untuk tujuan pendidikan .
Publikasi tentang Elang Jawa sebagai satwa Nasional maupun satwa langka yang dilindungi Undang-undang belum terlihat gencar, terlihat memang belum dikelola secara profesional guna memberikan informasi secara jelas kepada publik, bahwa satwa kebanggaan Indonesia tersebut perlu dipertahankan keberadaannya, dan habitat kawasan lindung bagi Elang Jawa perlu ditetapkan guna meningkatkan populasi yang agar nantinya alam negeri ini tidak mengalami kepunahan spesies elang sebagai burung endemik yang memiliki kemiripan dengan lambang Negara yaitu garuda.
5. Penangkaran Dan Rehabilitasi
Beberapa kebun binatang di Indonesia ingin menagkarkan Elang Jawa. Walau tidak ada salahnya menjodohkan elang-elang di kandang secara soliter, tetapi perlu disadari bahwa penangkaran tidak mempunyai kontribusi berarti bagi konservasi Elang Jawa. Dan penangkaran hendaknya tidak menghabiskan dana yang akan lebih tepat bila dipergunakan untuk pengelolaan Elang Jawa dan habitatnya di alam. Hampir dapat dipastikan bahwa elang akan sulit berkembangbiak dalam kondisi lingkungan yang terbatas seperti kandang penangkaran, dan apabila mereka berhasil berbiak maka keturunannya tidak akan mampu kembali ke alam tanpa bantuan manusia dan diperlukan pendanaan yang sangat besar. Kalaupun berhasil penangkaran ini tidaklah menyumbang sesuatu bagi konservasi burung dialam kecuali kalau faktor-faktor ancamannya dapat dihindari.
Lebih lanjut, perlu diperhatikan bahwa menurut Keputusan Menteri Kehutanan No:62/Kpts-II/Bagian 2/12 penangkaran Elang Jawa hanya diperbolehkan dengan ijin tertulis dari Presiden Republik Indonesia.
KESIMPULAN DAN SARAN
- Kesimpulan
Elang Jawa (Spizoetus bartelesi) merupakan satwa langka, sebagai salah satu burung pemangsa yang paling terancam di dunia, dan telah ditetapkan sebagai satwa nasional pada tahun 1993, serta dicantumkan di dalam Red Data Book IUCN, dan di dalam Apendix I CITES, bahwa segala bentuk perdagangan internasional Elang Jawa dilarang. Dan ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi oleh Undang-undang Nomor 5 tahun 1990, dengan demikian burung Elang Jawa secara mutlak dilindungi di seluruh wilayah RI, baik dalam hal penangkaran, pemilikan maupun perdagangan.
Ditetapkannya kawasan lindung di Pulau Jawa yang merupakan habitat burung tersebut sebagai Taman Nasional yang memiliki fungsi utama sebagai perlindungan terakhir dari populasi burung Elang Jawa di alam liar, dan merupakan satwa endemik Jawa yang dikhawatirkan akan mengalami kepunahan seperti halnya Harimau Jawa.
Program konservasi dalam perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya pelestarian dan perlindungan flora dan fauna Indonesia. Yang salah satunya perlindungan dan pelestarian Elang Jawa yang dapat dilaksanakan di dalam (In-situ) maupun di luar (Ex-situ) kawasan alam habitatnya.
Pencurian dan perburuan burung Elang Jawa merupakan salah satu penyebab berkurangnya populasi di alam habitatnya, karena satwa tersebut memiliki keunikan, keindahan serta bernilai ekonomis yang tinggi di pasaran gelap.
- Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan kali ini antara lain sebagai berikut :
- Perlunya peningkatan pengamanan dalam rangka menjaga dan melestarikan satwa yang dilindungi yaitu Elang Jawa di alam habitatnya . Sehingga populasi di alam habitatnya yang kini mendekati kepunahan tersebut dapat meningkat kembali sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini dapat bekerjasama dengan pihak terkait.
- Melakukan kerjasama dengan pihak terkait guna melakukan penelitian lebih intensif tentang Elang Jawa. Diharapkan hasil penelitian dapat meningkatkan upaya pengelolaan dalam pelestarian satwa, serta dapat meningkatkan populasi secara optimal.
- Menetapkan kawasan lindung utama sebagai lingkungan yang lebih akurat untuk habitat Elang Jawa seperti di pegunungan Dieng dan Gunung Slamet di Jawa Tengah, serta mencari daerah jelajah Elang Jawa di hutan lindung dan hutan produksi
- Perlunya publikasi dan informasi tentang Elang Jawa sebagai satwa kebanggaan daerah maupun nasional yang kini semakin berkurang populasinya dan perlu untuk dilindungi, dalam berbagai bentuk melalui media elektronik maupun media cetak kepada masyarakat luas. (Try, Jan-09)
DAFTAR PUSTAKA :
- Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Direktorat Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan Tahun 1990.
- Mengenal Jenis-Jenis Satwa Yang Dilindungi ”Burung” Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Pelestarian Alam, Departemen Kehutanan, Jakarta, Tahun 1993.
- Pengenalan Jenis Satwa Liar (Aves) Direktorat Jenderal Perlindungan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan Tahun 2000
- Arah Kebijakan Konservasi Keanekaragaman Hayati Tahun 2005-2009, Direktorat KonservaSi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal PHKA, Departemen Kehutanan, Jakarta-2005
- Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar, Direktorat Jenderla Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, Jakarta-2006
- Nursahid dkk, Mengenal Elang Jawa, Jakarta 1996
- Van Ballen S, Javan Hawk eagle, 1996
- Sozer and Nijman, Field identification of the Javan Hawk eagle, Tahun 1995
- Bambang Winarto, MM, Kamus Rimbawan, Bogor , Tahun 2006
- Nursahid, Satwa Liar Yang Sering Diperdagangkan Di Pasar Burung Di Jawa, Jakarta, Tahun 2004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar