PENANGKARAN JALAK BALI
DI DALAM DAN DI LUAR HABITATNYA
PENDAHULUAN
1. Latar belakang.
Predikat sebagai Negara mega-biodiversity baik dari segi keanekaragaman genetic, jenis, maupun ekosistemnya memang cukup membanggakan, disamping menuntut adanya tanggung jawab yang sangat besar untuk mempertahankan keseimbangan antara kelestarian fungsi (ekologis) dan kelestarian manfaat (ekonomis) keanekaragaman hayati.
Jalak Bali (Leucopsar rotschildi) dikenal juga dengan nama Jalak Putih atau Curik Putih bahkan orang asing ada yang mengenal dengan nama Bali mynah. Dan Jalak Bali dicantumkan didalam Red Data Book IUCN sejak tahun 1966, dan di dalam Apendix I CITES, ini berarti segala bentuk perdagangan internasional Jalak Bali dilarang. Sebagai salah satu mahluk tersisa penghuni bumi, secara hidupan liar populasinya saat ini sudah pada kondisi sangat menghawatirkan yang cenderung keberadaannya mengarah pada laju kepunahan.
Ancaman besar terhadap Jalak Bali tersebut antara lain adalah kerusakkan habitat, perburuan/pemanfaatan/perdagangan yang tidak terkendali. Maka burung tersebut ditetapkan sebagai jenis satwa yang dilindungi dengan SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/UM/8/1970 dan PP No. 7 tahun 1989, dengan demikian Jalak Bali secara mutlak dilindungi di seluruh wilayah Republik Indonesia, baik dalam hal penangkaran, pemilikan maupun perdagangannya. Sedangkan Bali Barat yang merupakan habitat Jalak Bali sebagai Suaka Alam sejak tahun 1947, dan pada tahun 1984 ditingkatkan statusnya sebagai Taman Nasional. Dengan demikian diharapkan upaya penanggulangan terhadap pencurian/penangkapan Jalak Bali serta ancaman kerusakan habitatnya dapat ditingkatkan.
Di Alam populasi Jalak Bali (1974-1984) berkisar 68-254 ekor . Kondisi terkahir Jalak Bali di habitatnya bisa dihitung dengan bilangan jari tangan (4-6 ekor). Dengan fakta yang ada sesuai kondisi terakhir Jalak Bali keberadaannya diambang kepunahan di alam habitatnya, maka dipandang perlu adanya suatu upaya nyata konstruktif yang bertujuan memulihkan kembali populasi yang makin terpuruk tersebut. Langkah alternatif terpilih adalah peliaran kembali sejumlah individu Jalak Bali ke habitatnya. Bertitik tolak dari permasalahan tersebut, program pengadaan individu sebagai cikal bakal peliaran menjadi prioritas dari keseluruhan konsep rencana pemulihan populasi, yaitu melalui penyelenggaraan kegiatan penangkaran untuk mengatasi kelestariannya.
Penangkaran merupakan konservasi eks-situ yang meliputi semua kegiatan yang berkaitan dengan budidaya flora dan fauna liar dan pengelolaannya menyangkut usaha pengumpulan bibit, mengembangbiakan, memelihara, membesarkan dan restocking, yaitu bertujuan untuk mempertahankan kelestarian/eksistensi satwa liar dan tumbuhan liar maupun memperbanyak populasinya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan suatu jenis perlu ditangkar apabila secara alami populasinya mengalami penurunan secara tajam dari waktu ke waktu sehingga terancam punah. Suatu jenis perlu ditangkar apabila mempunyai potensi ekonomi tinggi dan pemanfaatannya bagi manusia terus bertambah, sehingga kelestariannya terancam.
Adapun prinsip kebijaksanaan penangkaran jenis satwa liar menurut Thohari (1987) adalah : mengupayakan jenis-jenis langka menjadi tidak langka dan pemanfaatannya berasaskan kelestarian. Upaya pelestarian jenis perlu dilakukan di dalam kawasan konservasi maupun di luar habitat alami, di luar habitat alami berbentuk penangkaran, baik di kebun binatang ataupun di lokasi usaha lainnya secara lebih intensif, pelepasan kembali satwa hasil penangkaran ke habitat alamnya di tujukan untuk meningkatkan populasinya sesuai dengan daya dukung habitatnya dilakukan tanpa adanya polusi genetic maupun sifat-sifat yang menyimpang dari aslinya.
Penangkaran Jalak Bali (Leucopsar rotchildi) merupakan suatu bentuk upaya perbanyakan jenis agar tidak mengalami kepunahan, dan dapat dilaksanakan dengan menternakan atau pemeliharaan jenis burung tersebut yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan di masa mendatang. Dan Jalak Bali yang langka dan indah itu memang perlu untuk dilindungi dan dikemangbiakan tak ubahnya Pulau Dewata dengan Bali-nya yang kaya akan wisata yang selalu menarik para wisatawan dari berbagai daerah dan belahan bumi. Maka Curik Putih merupakan salah satu satwa kebanggan Bali yang memang merupakan satwa endemis sebagai khas Bali yang kini semakin diburu untuk diperdagangkan karena memiliki nilai ekonomis yang tinggi di pasaran.
Populasi di alam habitatnya memang semakin sedikit jumlahnya, dan penangkaran telah dilakukan, baik di kawasan Taman Nasional Bali Barat selaku habitatnya yang sunyi dan ideal serta jauh dari kebisingan maupun di lokasi-lokasi lainnya, salah satu kegiatan penangkaran yang dilaksanakan adalah di kota Bandung diantara kebisingan dan jauh dari habitat alamnya. Namun yang diharapkan dari kegiatan penangkaran antara lain adalah keberhasilan dalam memelihara, perbanyakan jenis Jalak Bali yang selanjutnya untuk dikembalikan ke alam habitatnya agar di kemudian hari burung indah tersebut populasinya bertambah dan tak mengalami kepunahan.
2. Maksud dan tujuan.
Maksud penulisan dari penangkaran Jalak Bali di dalam dan di luar habitatnya adalah sebagai bahan informasi , bahwa perbanyakan jenis satwa langka seperti Jalak Bali dapat dilaksanakan di kota besar seperti Bandung . Dan dalam kegiatan penangkaran tersebut dapat diternakan jenis burung Jalak Bali yang kini semakin jarang ditemui dalam habitatnya, mempertahankan keberadaan satwa langka Apendix I CITES yang merupakan salah satu satwa kebanggaan Indonesia, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dimasa mendatang, dan khususnya Bali, dimana Curik Putih tersebut telah dipergunakan sebagai Mascot Provinsi Pulau Dewata.
Adapun tujuan penulisan ini adalah :
- Bahwa dalam penangkaran jenis satwa langka seperti Jalak Bali merupakan salah satu program prioritas Dephut dibidang konservasi yang perlu melibatkan pihak lain sebagai pengelola.
- Pengembangan dan pengelolaan di bidang penangkaran satwa liar dapat dilaksanakan di berbagai tempat di luar habitat alamnya secara maksimal guna mendapatkan perbanyakan jenis dan tidak mengalami kepunahan. Dan kegiatan penangkaran mendukung program prioritas dephut di bidang konservasi ex situ.
- Dapat meningkatkan peran masyarakat (penangkar) dalam melindungi jenis satwa liar yang dilindungi oleh undang-undang, melakukan pemeliharaan, peternakan Jalak Bali untuk kelangsungan hidup satwa jenis burung tersebut.
- Hasil penangkaran selanjutnya ditujukan untuk diliarkan kembali sebagai upaya memulihkan populasi liar Jalak Bali secara bertahap yang keberadaannya saat ini sedang dalam kondisi terpuruk.
- Perbanyakan jenis satwa liar melalui penangkaran kiranya perlu diikuti dengan jenis-jenis satwa liar lainnya yang dapat menjaga kelestarian serta menghindari kepunahan.
3. Ruang Lingkup.
Pengelolaan penangkaran di dalam dan di luar habitatnya merupakan upaya yang telah dilakukan guna melindungi, mempertahankan kelestarain/keberadaannya serta perbanyakan jenis, sebagai salah satu bentuk kesadaran akan pentingnya program konservasi, khususnya konservasi ex-situ yang memerlukan penanganan lebih lanjut.
Upaya perbanyakan jenis melalui penangkaran burung Jalak Bali dapat dilakukan secara maksimal di berbagai lokasi, yang memerlukan penanganan secara serius tanpa adanya polusi genetic maupun sifat-sifat yang menyimpang dari asalnya.
Perbanyakan jenis (penangkaran) Jalak Bali di Kawasan Taman Nasional Bali Barat dan Bandung merupakan salah satu upaya yang baik dari pemerintah, masyarakat dan pihak terkait, sehingga dapat mendukung kelestarian satwa liar dari jenis burung dari kepunahan.
PENGERTIAN DAN BATASAN
Adapun pengertian yang akan diutarakan dalam tulisan ini adalah istilah-istilah yang berkaitan dengan permasalahan pokok dalam dalam karya tulis, antara lain sebagai berikut :
Pengelolaan adalah suatu upaya rehabilitasi sumber daya alam yang dapat dipertahankan agar memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan, dalam hal ini adalah upaya penangkaran dalam rangka perbanyakan jenis guna mempertahankan keberadaan jenis satwa liar dari kepunahan dimana jenis tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Konservasi Ex-situ adalah suatu kegiatan perlindungan, pemeliharaan serta perbanyakan jenis satwa liar yang dilakukan di luar habitat alamnya. Dan dalam hal ini adalah kegiatan penangkaran Jalak Bali yang dilaksanakan di Bandung .
Satwa langka adalah jenis binatang yang populasinya semakin menurun dan sukar ditemui di alam habitatnya atau daerah sebaran aslinya. Dalam tulisan ini satwa langka yang dimaksud adalah jenis burung, yaitu Jalak Bali, dimana di alam habitatnya Taman Nasional Bali Barat populasinya tinggal beberapa ekor.
Satwa endemik adalah binatang yang secara hidupan liar hanya terdapat di suatu bagian daerah, dan tidak terdapat di tempat lainnya. Jalak Bali merupakan jenis burung yang hanya terdapat dan hidup serta berasal dari Bali yaitu Taman Nasional Bali Barat.
Habitat adalah lingkungan atau sebaran dimana salah satu satwa hidup yang telah bersatu dengan alam sekitarnya, baik mencari makan, berlindung hingga berkembang biak dalam satu kawasan serta jarak yang tertentu.
PENGUMPULAN DATA
Dalam penyusunan karya tulis ini menggunakan beberapa cara yang sekiranya dapat dipergunakan sebagai pendukung hingga tersusun menjadi sebuah bentuk tulisan yang dapat dimanfaatkan sebahai bahan informasi lebih lanjut. Adapun teknik dan cara yang dapat dilakukan oleh penulis antara lain sebagai berikut :
Observasi
Teknik observasi atau teknik pengamatan bertujuan menggali data dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda serta rekaman gambar. Untuk mendukung data, penulis melakukan kunjungan ke lokasi penangkaran, melakukan pengamatan secara langsung tentang keberadaan penangkaran Jalak Bali yang berada di dalam dan di luar habitatnya dengan segala potensi yang dapat dikembangkan dalam membantu perlindungan dan perbanyakan jenis dari satwa liar yang dilindungi undang-undang. Juga melakukan pengambilan gambar/foto sebagai pendukung data.
Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu kepada manusia sebagai sumber data. Dalam hal ini melakukan wawancara dengan pejabat dan petugas Balai Konservasi Sumberdaya Alam Propinsi Bali, Taman Nasional Bali Barat, petugas penangkaran serta pengelola penangkaran Jalak Bali
Pengkajian dokumen
Penggunaan teknik pengkajian dokumen sebagai salah satu teknik untuk pengumpulan data yang membutuhkan data tentang latar belakang ataupun keadaan suatu perihal yang ada kaitannya dengan kondisi saat ini. Dokumen yang dimaksud adalah data yang telah tersedia sebelumnya yang terdapat pada suatu lembaga formal, serta informasi yang dapat dipergunakan sebagai data. Dan kaitannya dengan kegiatan penangkaran Jalak Bali adalah dokumen yang dapat berupa buku, leaflet dan bahan informasi lainnya dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA), Taman Nasional Bali Barat (TNBB), Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan serta data-data lain yang dapat mendukung tersusunnya karya tulis ini
PENANGKARAN
a. Penangkaran di Taman Nasional Bali Barat.
- Lokasi dan fasilitas.
Lokasi penangkaran terletak di Tegal Bunder, Sumber Klampok, Gerokgak, Singaraja yang merupakan kawasan Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Proses kegiatan penangkaran dimulai sejak bulan April 1995, yaitu setelah berakhirnya Proyek Penyelamatan Jalak Bali yang dilaksanakan oleh ICBP (International of Conservation for Bird Preservation) atau Birdlife saat ini, yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA) atau Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan saat ini.
Penangkaran dengan luas 1 ha dilengkapi dengan 2 lapis pagar dengan tinggi sekitar 5m, dua menara penjaga. Kandang sebanyak 15 buah yang rata-rata berukuran 3mx3mx4m yang terdiri dari 5 kandang calon induk, 5 kandang untuk bertelur, 2 kandang untuk anakan serta 3 buah kandang untuk koleksi, sedangkan kandang pelepasan berbentuk kubah yang berukuran 17mx17mx17,5m1 buah yang terletak di sekitar sekitar 5 km dari penangkaran yang dekat dengan alam habitat burung tersebut.
Untuk menjalankan kegiatan penangkaran ditempatkan beberapa petugas sebagai pengelola untuk memelihara dan menjaga kehidupan sehari-hari burung langka tersebut. Sedangkan untuk menjaga keamanan di lokasi tersebut juga ditempatkan sekitar 10 petugas Polhut.
Bila dilihat keadaan dan letak penangkaran tersebut memang sangat ideal, bukan hanya lokasinya yang berada dalam kawasan taman nasional, namun juga jauh dari pemukiman dan keramaian serta lingkungan alam sekitar masih berupa hutan. Dan TNBB merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki fungsi utama sebagai perlindungan terakhir dari populasi burung Jalak Bali di alam liar habitatnya. Tentunya hasil dari upaya perbanyakan jenis tersebut diharapkan akan membuahkan hasil yang lebih baik disbanding dengan penangkaran yang telah ada sebelumnya (Madiun, TMII, TSI, atau yang berada di AS dan Jepang yang berada jauh di daerah lain di luar habitatnya.
- Asal-usul induk.
Individu induk yang dikelola pada awal pelaksanaan sebanyak 3 ekor (2 betina dan 1 jantan) yang berasal dari Kebun Binatang Surabaya (KBS), tidak terlalu lama induk tersebut mati 1 dan tersisa 2 (sepasang). Pada tahun 1996 didatangkan lagi induk sebanyak 8 ekor dari KBS, sedangkan pada tahun 1997 sumbangan dari TMII sebanyak 20 ekor, dan tahun 1998 30 ekor didatangkan lagi dari TMII (5 ekor mati dan 1 ekor pencurian). Tahun 1999 didatangkan sebanyak 32 ekor dari KBS, Madiun dan TSI (8 ekor mati dan 6 ekor pencurian), sedangkan pada tahun 2000/2001 dari hasil sitaan sebanyak 26 ekor (10 ekor pencurian). Dan pada akhirnya tersisa 8 ekor induk dan 55 ekor anakan.
Burung Jalak Bali merupakan satwa endemik yang langka serta sensitif, kematian induk pada umumnya disebabkan karena sakit dan serangan predator atau cuaca dingin/hujan. Perpindahan dari satu penangkaran lain pun dapat menyebabkan stress yang berakhir kematian.
Tiga tahun pertama merupakan perkembangan yang baik seperti yang diharapkan walau kendala selalu dihadapi, baik dari gangguan keamanan/pencurian, penyakit maupun kendala lain.
Perkembangan penangkaran di TNBB pada beberapa tahun terakhir terlihat mengalami penurunan, dimana hasil sumbangan dari KBS, TSI dan Madiun serta hasil sitaan maupun anak yang dihasilkan, yang seluruhnya berjumlah 284 ekor pada tahun 2006 tersisa sekitar 70 ekor. Hal tersebut disebabkan antara lain kurang gencarnya penelitiaan tentang pengembangan penangkaran dari pihak terkait, sehingga para petugas hanya memiliki pengetahuan yang terbatas dalam pengelolaan penangkaran tersebut, dan kematian satwa dalam penangkaran di TNBB tersebut cukup memprihatinkan.
3. Keamanan
Dari sarana maupun prasarana yang disediakan untuk pengamanan lokasi penangkaran kiranya telah cukup memadai. Dimana pagar berduri berlapis dua, pos penjaga serta menara telah dilengkapi dengan lampu penerang yang memadai. Dan Polhut yang ditempatkan di lokasi tersebut sebanyak 10 orang yang dilengkapi dengan senjata tajam serta beberapa pucuk senjata api, disamping itu disediakan kendaraan roda dua untuk patroli di sekitar kawasan.
Lokasi memang jauh dari pemukiman dan keramaian, sunyi dan sepi yang mudah dijamah oleh para pencuri satwa, baik untuk diperdagangkan maupun koleksi karena keindahan, keunikan serta langkanya burung tersebut. Namun sejak tahun 1998 – 2001 penangkaran telah kehilangan sebanyak 52 ekor yang disebabkan oleh pencurian, sedangkan pada tahun 2004 Tegal Bunder kembali mengalami pencurian sebanyak 15 ekor.
Jumlah satwa yang dicuri di penangkaran memang cukup mengejutkan, sementara perkembangan dalam setiap tahunnya secara rata-rata tidak lebih dari 25 ekor/tahun (belum termasuk angka kematian).
Keamanan bagi sebuah kegiatan pelestarain seperti Jalak Bali memang sangat diperlukan, apalagi berdasarkan informasi yang didapat, di pasaran gelap Jalak Bali merupakan satwa yang memiliki nilai ekonomi tinggi bias mencapai Rp 40 juta/ekor. Maka tidak mengherankan apabila di tempat kelahirannya burung tersebut masih menjadi primadona oleh para pemburu dan atau pencuri, bahkan para kolektor satwa langka yang memiliki kekhasan dan keindahan itu. Sementara para petugas keamanan tampak kurang serius dan profesional dalam menjaga dan melindungi Jalak Bali, baik yang berada di penangkaran maupun yang berada di habitatnya TNBB dari para pemburu liar yang memang kurang mengerti akan arti dan pentingnya sebuah pelestarian satwa yang dilindungi.
Peningkatan petugas pengaman, baik jumlah personil maupun keterampilan masih perlu dilakukan, agar lebih bertanggung jawab dalam menjalankan tugas yang diembannya. Sarana maupun prasarana masih perlu ditambah guna membantu petugas dalam mengamankan lokasi penangkaran dan sekaligus kawasan TNBB.
4. Pelepasan/peliaran
Pelepasan Jalak Bali ke alam habitatnya merupakan upaya pelestarian dan budidaya satwa agar populasinya bertambah dan tidak mengalami kepunahan. Dan di sekitar alam habitatnya telah di bangun sebuah kubah sebagai karantina burung Jalak Bali sebelum dilepaskan ke alamnya. Diawali pada tahun 1998 dilakukan pelepasan sebanyak 12 ekor, kemudian pada tahun 1999 sebanyak 3 ekor, dan yang terakhir dalam rangka Konferensi PBB untuk perubahan iklim yang di selenggarakan di Bali pada tahun 2007, dimana Menhut bersama para delegasi melakukan pelepasan Jalak Bali sebanyak 30 ekor yaitu 15 ekor di daerah Brumbun dan 15 ekor lagi di daerah Munsun.
Program konservasi dalam kegiatan pelestarian memang merupakan salah satu agenda konperensi tersebut, sekaligus merupakan perhatian yang besar dari dunia akan kelestarain si Curik Putih tersebut, yang mana bukan hanya sebagai kebanggaan Provinsi Bali dan Negara Indonesia , tapi satwa dengan predikat Apendix I CITES tersebut kiranya sebagai kebanggaan dunia akan anugrahNYA yang dilimpahkan kepada negeri ini.
Yang menjadi perhatian di sini bukan hanya sekedar pelepasan Jalak Bali ke alam habitatnya. Tetapi setelah pelepasan itu sendiri, agar burung-burung tersebut tetap nyaman dan aman di alam (baru) aslinya. Burung hasil penangkaran pada umumnya menetas dan berkembang dalam kandang-kandang yang telah disediakan, pakan yang kebanyakan berupa buah-buahan seperti pisang dan papaya selalu disajikan oleh pengelola. Sementara dalam kehidupan aslinya Jalak Bali hidup diantara pohon Pilang, yang merupakan tempat hidup, mencari pakan dan berlindung serta berkembang biak.
Pohon Pilang berkulit halus dan ditumbuhi oleh duri-duri yang merupakan tempat berlindungnya burung tersebut dari gangguan ular, biawak dan predator lain. Di pohon itu juga hidup semut, ulat serta serangga lainnya, yang merupakan makanan pokok burung Jalak Bali Dikhawatirkan burung-burung yang dilepaskan terbang menuju arah laut, yang kemungkinan akan mati sia-sia. Dan yang lebih diwaspadai adalah apabila burung tersebut terbang ke arah perkampungan untuk mencari pakan yang berupa buah-buahan, maka akan mudah ditangkap oleh para pemburu liar.
Pada kenyataannya burung yang dikembalikan ke habitatnya pada umumnya tidak dapat menyesuaikan dengan habitat aslinya, karena penyakit dan tidak cocok dengan kondisi alam yang dianggapnya baru, sehingga banyak mengalami kematian. Sementara berita pelepasan dapat diartikan sebagai informasi yang menggembirakan bagi para pemburu/pencuri burung untuk melakukan perburuan yang lebih banyak dalam kawasan tersebut. Bahkan disinyalir perburuan banyak dilakukan oleh masyarakat di sekitar kawasan TNBB.
Ancaman satwa langka yang merupakan kebanggaan serta memiliki keindahan dan nilai ekonomis tinggi tersebut masih terus membayangi, dimana dalam pasaran gelap harga burung tersebut bisa mencapai harga Rp 40 juta/ekor. Maka tidak mengherankan apabila bertambahnya populasi dari pelepasan di alam habitatnya akan menjadi informasi yang baik serta tetap menjadi sasaran para pemburu liar.
Maka, alangkah baiknya pelepasan/peliaran burung ke dalam habitatnya dapat diinformasikan dan bekerjasama dengan masyarakat sekitar, dan pemerintah bersama pihak terkait diharapkan menyusun strategi demi keamanan burung-burung tersebut.
Penyuluhan dan informasi perlu dilakukan dan disampaikan kepada masyarakat maupun pihak terkait, bahwasannya dengan adanya penangkaran Jalak Bali merupakan upaya mempertahankan keberadaan burung kebanggaan sekaligus sebagai mascot Bali . Diharapkan pencurian/perburuan satwa langka tersebut dapat ditekan seminimal mungkin.
5. Tindak lanjut
Untuk meanggulangi permasalahan yang dihadapi memerlukan tindak lanjut yang sekiranya dapat membantu upaya yang lebih baik dalam pelestarian Jalak Bali di Penangkaran Tegal Bunder, Kawasan TNBB. Dan dalam hal ini pemerintah melalui Depertemen Kehutanan berupaya untuk mengembalikan Jalak Bali yang berada di penangkaran-penangkaran pribadi ke habitat aslinya, yang diharapkan pada dua tahun mendatang populaSi Jalak Bali sudah berkembang dan dapat mencapai 200 ekor. Dan burung-burung yang dilepasliarkan kini telah dipasangi cincin pemancar pada kakinya, yang berguna untuk memudahkan pemantauan keadaan serta keberadaan burung tersebut.
Di sisi lain telah disiapkan 58 Polhut yang telah memiliki sertifikat bidang konservasi untuk mengamankan lokasi penangkaran serta kawasan TNBB. Sarana dan prasarana telah dilengkapi sesuai standard keamanan. Sedangkan personil yang menangani penangkaran telah dibekali dengan kemampuan untuk menangkarkan burung itu sehingga mereka dapat berbuat lebih banyak dalam hal pemeliharaan hingga pada pelepasliaran burung-burung tersebut. Juga berupaya bekerjasama dengan pihak terkait untuk melakukan penelitian di penangkaran Tegal Bunder demi kelangsungan burung Jalak Bali.
b. Penangkaran di luar kawasan
1. Lokasi
Penangkaran Jalak Bali memang dapat dilakukan di luar habitatnya (Ex-situ), dan telah dilakukan di berbagai tempat seperti misal Kebun Binatang Surabaya, Madiun, Taman Mini Indonesia Indah, Taman Safari Indonesia, sedangkan negara lain yang telah menangkarkan burung tersebut adalah Amirika Serikat dan Jepang.
Pada tahun 1980-an telah dilaksanakan penangkaran di kota Bandung , Jawa Barat tepatnya di daerah Cibangkong. Penangkaran pribadi tersebut milik Soehana Oetojo SE yang dimulai dengan sepasang Jalak Bali. Penangkaran di sini adalah system penangkaran secara intensif, dimana sarana dan prasarana disediakan oleh pengelola. Terdapat 7 buah kandang penetasan selain kandang pemeliharaan dan kandang anakan, yang masing-masing berukuran realtif kecil apabila dibandingkan dengan kandang yang berada di penangkaran TNBB, yaitu berukuran sekitar 80 cm x 60 cm x 60 cm. Sedagkan tempatnya tak ubahnya rumah biasa yang berlantai dua, luasnya pun tak lebih dari 200 m2. Kandang-kandang tersebut ditempatkan di lantai dua rumah miliknya.
Lingkungan sekitar cukup ramai seperti layaknya perumahan dan tidak dipenuhi oleh pepohonan besar layaknya hutan. Cukup sederhana bila dibandingkan dengan penangkaran seperti di TSI, TMII, KBS atau TNBB. Dan kesederhanaan tersebut bukan merupakan halangan bagi si pengelola, terlihat perkembangan yang baik dari hasil penangkaran, sehingga dari hasil tersebut Soehana telah mendapatkan izin komersial, dan merupakan satu-satunya penangkar yang memiliki izin tersebut dari Ditjen PHKA, Dephut.
2. Keberhasilan penangkaran
Pengelola mempelajari terlebih dahulu akan kesensitifan satwa tersebut, sehingga burung tersebut mendapat perlakuan sesuai dengan prilaku, antara lain jauh dari gangguan manusia serta memberikan fasilitas yang diperlukan burung tersebut dari pemeliharaan, pemberian makan dan minum sampai bertelur dan menetaskan anak.
Dalam satu tahun burung Jalak Bali dapat melakukan masa bertelur sampai 8 kali, dengan 2-3 butir Setiap kali bertelur, sedangkan pengeraman antara 14-16 hari, dan anak yang dapat hidup Sampai dewasa 1-2 ekor. Maka dalam satu tahun setiap induk betina dapat menghasilkan anakan sedikitnya 8 ekor. Hal tersebut dikarenakan lingkungan sekitar kandang yang berbentuk segi empat tersebut dapat memberikan kenyamanan bagi burung Jalak Bali, terutama pada saat reproduksi.
Dengan izin yang diberikan kepada Soehana merupakan kepercayaan pemerintah akan kemampuannya dalam mengolah penangkaran, yaitu mengembang biakan satwa langka Jalak Bali untuk mendukung program pelestarian agar tidak mengalami kepunahan, yang mana dalam habitatnya sendiri di TNBB populasinya sangat sedikit. Dan keberhasilannya menghasilkan pesanan Jalak Bali yang ditangkarnya, baik dari AS maupun Jepang. Maka satwa tersebut memang memiliki nilai ekonomis yang tinggi.
Sampai pada tahun 2006 penangkaran di Bandung telah menghasilkan sebanyak 83 ekor Jalak Bali dalam keadaan baik, jumlah tersebut melebihi jumlah yang ada di penangkaran TNBB maupun populasi yang berada di alam habitatnya.
Kesungguhan serta kesadaran yang tinggi akan arti dan pentingnya sebuah pelestarian memang diperlukan dalam pengelolaan penangkaran. Baik itu penangkaran perorangan maupun penangkaran yang dilaksanakan secara kerjasama antar pihak terkait. Maka akan lebih bermanfaat apabila dalam penangkaran turut memberikan sumbangsihnya, mengikutkan produksinya dalam setiap peliaran kea lam habitatnya yang dilaksanakan oleh pemerintah.
Untuk mendukung perbanyakan jenis suatu satwa yang dilindungi di luar habitatnya dengan melalui penangkaran merupakan upaya konservasi Ex-situ yang dapat dilaksanakan di berbagai daerah. Dimana Jalak Bali yang sensitive tersebut dapat berkembang biak di luar habitatnya apabila memberikan rasa aman dan nyaman terhadap burung tersebut.
Pada tahun 2007 perkembangan Jalak Bali dalam penangkaran di Bandung meningkat dengan rata-rata 40 ekor/tahun. Diharapkan dalam dua tahun kedepan dapat mencapai sedikitnya 200 ekor, sehingga dapat memberikan kontribusi untuk program pelepasliaran dalam alam habitatnya di TNBB.
Usaha komersial yang dilakukan selama ini antara lain untuk kepentingan Jalak Bali itu sendiri, dimana dalam pemeliharaan kesehatan sampai pengembangbiakan burung tersebut memerlukan perhatian serta biaya yang cukup tinggi. Juga memberikan pengamanan ekstra dari para pencuri yang setia menunggu kelengahan dan kelemahan pengelola. Dan Jalak Bali bukan hanya indah dan langka, namun suatu fenomena tersendiri di Bandung , dimana pengembangan yang dilakukan lebih menguntungkan dibanding di tempat asal habitatnya.
Mungkinkah alam beton dan keramaian yang ada di sekitarnya justru membuat satwa tersebut merasakan kenyamanan. Pohon Pilang sebagai tempat mencari makan dan berlindung tidak dikenalnya, ular, biawak, tikus dan predator lain tak pernah mengusiknya, sementara manusia yang dijumpai sehari-hari adalah yang memberikan segala kasih sayang kepadanya. Merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan antara pemeliharaan, perlindungan dan kenyamanan bagi seekor satwa, apalagi seperti Jalak Bali yang memiliki sensitifitas tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
Jalak Bali (Leucopsar rothchildi) dikenal juga dengan Jalak Putih atau Curik Putih, dicantumkan di dalam Red Data Book IUCN Sejak tahun 1966, dan di dalam Apendix I CITES, bahwa segala bentuk perdagangan internasional Jalak Bali dilarang. Dan ditetapkan sebagai satwa yang dilindungi dengan SK Menteri Pertanian pada tahun 1999, dengan demikian Jalak Bali Secara mutlak dilindungi di seluruh wilayah RI, baik dalam hal penangkaran, pemilikan maupun perdagangan.
Ditetapkannya Bali Barat yang merupakan habitat Jalak Bali sebagai Suaka Alam sejak tahun 1947, dan meningkat statusnya sebagai Taman Nasional Sejak tahun 1984 yang memiliki fungsi utama sebagai perlindungan terakhir dari populasi burung Jalak Bali di alam liar. Dan saat ini diperkirakan populasi dalam habitatnya tersebut tidak lebih dari 10 ekor yang masih hidup, dan merupakan satwa endemik Bali yang dikhawatirkan akan mengalami kepunahan seperti halnya Harimau Bali.
Program konservasi dalam perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan upaya pelestarian dan perlindungan flora dan fauna Indonesia . Yang salah satunya perlindungan dan pelestarian Jalak Bali yang dapat dilaksanakan di dalam (In-situ) maupun di luar (Ex-situ) kawasan alam habitatnya.
Pencurian dan perburuan burung Jalak Bali merupakan salah satu penyebab berkurangnya populasi di alam habitatnya TNBB, karena satwa tersebut memiliki keunikan, keindahan serta bernilai ekonomis yang tinggi dan di pasaran gelap dapat mencapai harga Rp 40 juta/ekor.
Untuk meningkatkan upaya pelestarian satwa langka tersebut dapat dilakukan budidaya dalam penangkaran, baik di dalam maupun di luar kawasan TNBB, seperti di KBS, TMII, TSI, Madiun, Bandung , maupun di Tegal Bunder, bahkan telah dilaksanakan di AS dan Jepang. Penangkaran di Tegal Bunder TNBB sejak tahun 1995 sedangkan di Bandung sejak tahun 1980.
Telah dilakukan beberapa kali pelepasliaran Jalak Bali kea lam habitatnya, dan sejak tahun 1999 s/d 2007 telah dilepas sekitar 60 ekor selanjutnya dalam dua tahun kedepan diharapkan dapat mencapai 200 ekor dari hasil penangkaran yang ada di berbagai daerah di Indonesia.
Burung yang telah dilepasliarkan tersebut pada umumnya mati yang disebabkan penyakit dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya. Sebagian terbang kea rah laut dan sebagian lagi terbang ke perkampungan untuk mencari pakan yang seSuai dengan apa yang didapat selama dalam penangkaran yaitu buah-buahan.
Pengamanan di sekitar penangkaran dan kawasan alam habitatnya belum secara optimal, sehingga masih terjadi pencurian, bahkan secara besar-besaran di lokasi penangkaran Tegal Bunder. Hal tersebut disebabkan kurang adanya kerjasama dengan masyarakat Sekitar maupun pihak terkait, disamping memang kurang disiplinnya petugas pengaman dalam menjalankan tugasnya di kawasan TNBB.
Petugas pengelola penangkaran di Tegal Bunder pada umumnya belum memiliki keterampilan khusus yang memadai di bidang penangkaran, sehingga kurang dapat menyesuaikan dengan satwa yang sensitif tersebut, maka kematian burung yang disebabkan penyakit sering terjadi selain disebabkan oleh predator yang masuk ke kandang.
Penelitian tentang usaha penangkaran belum mendapat perhatian khusus guna meningkatkan peran penangkaran dalam upaya budidaya dan pelestarian Jalak Bali.
b. Saran-saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam tulisan kali ini antara lain sebagai berikut :
- Perlunya peningkatan pengamanan dalam rangka menjaga dan melestarikan satwa yang dilindungi yaitu Jalak Bali, baik di dalam penangkaran maupun di alam habitatnya TNBB. Sehingga populasi di alam habitatnya yang kini mendekati kepunahan tersebut dapat meningkat kembali sesuai yang diharapkan. Dalam hal ini dapat bekerjasama dengan pihak terkait serta menambah jumlah personil yang telah memiliki sertifikat konservasi serta berdedikasi tinggi.
- Meningkatkan keahlian bagi para petugas penangkaran agar satwa endemik dan langka serta sensitif tersebut dapat ditanggulangi secara profesional, sehingga dapat berkembang secara baik serta akan dapat bertahan hidup saat dilakukan pelepasliaran ke alam aslinya.
- Melakukan kerjasama dengan pihak terkait guna melakukan penelitian lebih intensif tentang pelestarian Jalak Bali dalam kegiatan penangkaran. Diharapkan hasil penelitian dapat meningkatkan peran penangkaran dalam pelestarian satwa, serta dapat meningkatkan produktivitas secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA :
-. Pusat Penangkaran Jalak Bali, Balai Taman Nasional Bali Barat, Bali Oktober-2001
- Jalak Bali, Keberadaan di habitat aslinya diambang kepunahan, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, Jakarta-2006
- Arah Kebijakan Konservasi Keanekaragaman Hayati Tahun 2005-2009, Direktorat KonservaSi Keanekaragaman Hayati, Direktorat Jenderal PHKA,l Departemen Kehutanan, Jakarta-2005
- Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar, Direktorat Jenderla Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan, Jakarta-2006
- Informasi Taman Nasional Bali Barat, Balai Taman Nasional Bali Barat, Departemen Kehutanan, Bali-2007
- Informasi Umum Kawasan Konservasi Provinsi Bali , Balai Konservasi Sumber Daya Alam, Bali-2007
- Ancaman Kepunahan Jalak Bali, Kepedulian Masyarakat Menjadi Penyeimbang, Seputar Indonesia , 10 Desember 2007.
- Pelestarian Jalak Bali, Sinar Harapan, 11 Desember 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar