Selasa, 02 Maret 2010

PENELUSURAN GOA

Ketika aku menelusuri goa di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Maros, Sulawesi Selatan.
Alam bawah memang mengasyikkan, penuh rintangan, tantangan, namun penuh keajaiban dalam kedamaian.
Tuhan telah memberkati kita semua dengan kekayaan alam yang tak terhingga, namun banyak yang belum menyadari semua itu, bahkan tak sedikit orang mengabaikan, dan merusak keindahan alam tersebut.
Kekayaan alam untuk dijaga, dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan semua dalam kesejahteraan.

alampun kini menangis tersedu
menatap hampa ulah manusia
penuh keserakahan
hingga aku tak mengerti
apa yang kan kuperbuat
untukmu  alam

Gelap, dingin bercampur lembab saat aku menelusuri goa, dinding dan langit-langit tajam stalagtit, stalagnit begitu mengerikan sekaligus mengagumkan ketika senter kunyalakan menerangi ruang sekitar.  
Relung-relung kasar bertekstur menambah indahnya alam sekitarnya. Bagai ukiran sang maestro tak tertandingi dalam keajaiban akan kekuasaanNYA.  Meranggkak perlahan diantara lubang sempit bergerigi karang-karang tajam, akupun menundukkan kepala menghindari tajamnya karang indah tersebut melewati lorong beberapa meter. Senter tetap kunyalakan, kulihat hamparan cukup luas dihadapanku. Begitu mengagumkan tempat itu walau jauh di bawah sana dalam kegelapan alam. Terasa nyaman ketika kaki berpijak, lantai begitu lembut, kering dan terasa empuk. Ternyata hamparan pasir berwarna putih kekuning-kuningan,  sementara bertebar gemerlap butir-butir pasir bak permata di sana-sini. Dinding itu berukir aneka warna mengagumkan, berlekuk-lekuk bagai gordyn mewah menghiasi ruang megah.
Gumpalan karang bertebaran di sudut-sudut ruang seolah patung mengiasi ruang pamer dengan keindahannya. Akupun terdiam penuh kagum diantara rasa takut yang masih mencekam diri ketika bulu kuduk terhempas dinginnya angin dalam kegelapan alam di bawah sana. Tak kusadari aku semakin jauh menelusuri goa itu. Rasa ingin tahu semakin besar walau kusadari phisik ini telah mulai renta dalam usia kepala lima. Penasaran membuat diriku semakin berani menelusuri ruang-ruang goa, yang terkadang menyempit, curam, licin, terjal dan tantangan lainnya, hingga tak peduli lagi mahluk apalagi yang banyak menghuni dan berdomisili di sekitarnya, mungkin aneh, ajaib, ganas atau mengerikan. Hati tetap keras karena rasa ingin tahu membelenggu diri, membangkitkan gairah menggerakkan kaki melangkah menelusuri alam yang penuh keajaiban itu.

Kulihat teman-teman masih terdiam dalam kekagumannya, menerawang memandang jauh ke atas diantara stalagtit yang menggantung di sana-sini dengan aneka bentuk indah dan mengagumkan. Tak hentinya sinar lampu menerangi alam sekitar, semakin indah saja dinding-dinding goa itu, tak henti kubersyukur kepada Tuhan atas segala anugrahNYA akan alam negeri ini. 
Tak cuma itu, biota dan satwa lain hidup di alam ini yang masih dalam penelitian para ahli. Dan memang masih banyak menyimpan kekayaan yang belum terungkap hingga ke alam bebas ini sebagai ilmu pengetahuan alam bawah.

Caving, merupakan salah satu wisata dengan minat khusus yang penuh dengan tantangan. Penelusuran goa untuk menguji nyali dalam berpetualangan alam yang penuh liku-liku dengan berbagai tantangannya.
Ketika aku duduk di atas karang, kusandarkan tubuh ini pada dinding karang di belakangku. Terasa nyaman kuhirup udara di sekitar yang memang kurasa lembab bercampur keringat yang mengucur membasahi pakainku. Istirahat sebentar dalam hatiku, sambil menikmati keindahannya kuhisap rokok tuk tenangkan hati ini, karena dalam pikir ini tetap merasa jauh dan kecil diri ini saat berada di alam yang penuh kegelapan. Takut, ngeri bercampur kagum dan bangga diri ini tak henti menerawang mengikuti cahaya senter kemanapun kuarahkan, hingga tak kusadari terdengar gemercik air dibalik dinding itu. Pemandu menghampiriku sambil menjelaskan apa yang ada dibalik dinding tersebut, aku terkejut hampir aku tak mempercayainya. Ternyata sebuah air terjun kecil yang jatuh di kubangan besar, tak lain sebuah danau yang cukup luas.
Konon di dalam danau itu dihuni satwa berupa kepiting buta dan beberapa biota laut lainnya, yang sedang dalam penelitian para ahli guna pengembangan ilmu pengetahuan selanjutnya, agar kemudian hari tetap terlindung dan lestari dalam habitatnya. Tak jauh dari tempatku istirahat, beberapa teman sedang mengamati dan mengagumi satalagtit yang masih muda, berwarma putih dan mengeluarkan air dingin, seolah gumpalan es yang menempel pada langit-langit, menjulur kebawah dengan megahnya diantara cahaya sinar dari berbagai arah yang sengaja dari teman-teman. Aku turut bergabung, kunyalakan senter dan kuarahkan pada benda ajaib itu. Kupegang dan kuraba (kapan lagi aku dapat melakukannya), stalagtit putih padat dan dingin itu ternyata bagaikan lampu-lampu kristal menghiasi ruangan nan megah, indah sekali.
   
  Kelelahan mulai menghantui kami, sementara perjalanan keluar masih cukup jauh, kami dikejauhan satu kilometer lorong goa. Kulihat guratan melingkar pada beberapa stalagtit, oohh  ternyata bekas gergajian seseorang yang akan mengambil stalagtit indah dan telah berumur jutaan tahun tersebut.  Kiranya tangan-tangan jahil pun telah merambah jauh ke dalam alam nun jauh di sana walau dalam kegelapan nan gulita. Amat disayangkan keindahan dan keindahan tersebut akan dirusak oleh orang-orang egois yang tak mengerti akan arti dan pentingnya lingkungan bagi kehidupan kini maupun nanti. Kejahatan memang tak lagi mengenal tempat, waktu maupun sasaran/obyek, hanya tujuan yang kan dicapai oleh orang-orang yang tak bertanggungjawab tersebut.

Aku melanjutkan perjalanan untuk kembali ketika jam telah menunjukkan senja. Kucoba berjalan sendiri menelusuri lorong gelap itu sambil kuingat-ingat jalan ketika aku masuk ke goa tersebut. Kuberanikan untuk tinggalkan teman-teman jauh di belakang sana walau rasa takut tetap menyelimuti diri, tapi kapan lagi aku dapat menaklukan rasa takut itu, dan ini kesempatan terbaik bagiku untuk menghilangkan ketakutan itu, mumpung jauh dan dalam kegelapan alam bawah sana.  Keringat semakin membasahi tubuh dan pakaian ini, lumpur telah banyak menempel hingga pipi hitamku dipenuhi keringat dan lumpur serta bercak-bercak serbuk batu padas berwarna abu-abu keputihan.  Ruang dan lorong terus melebar, ketika kulewati sebuah dinding terjal kulihat seberkas sinar di kejauhan sana, ternyata pintu goa dimana aku beserta rombongan tadi masuk.  Lega terasa hati ini, kududuk di atas batu hitam sambil menanti teman-teman yang lain, kuteguk air yang mulai menipis dibotolnya, termenung dalam kepuasan yang tak terhingga akan pengalaman yang mengasyikkan di alam penuh tantangan tersebut.
Akupun keluar dari goa tuk menghirup alam senja penuh kesegaran, menghilangkan kepenatan, menikmati kesejukan alam pedesaan di sekitar lokasi goa. Sambil kubersihkan sepatu yang penuh tanah liat dan lumpur, kunikmati sebatang rokok yang mulai membasah di saku rompiku. Mentari mulai condong ke barat rona pun mulai berubah dalam kemerahan mentari yang kan pergi tidur di balik awan senja.
Kurebahkan diri pada jok dalam mobil, kantuk bercampur lelah membungkus sekujur tubuh ini, akupun lelap ketika dalam perjalanan ke kota Maros, hingga malam menyelimuti bumi.  (daniel,10)  
tiada kata seindah untaian stalagtit
tak satu pun ucapan semanis stalagmit
hanya keindahan
hanya keajaiaban
walau jauh di dalam sana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar