SEMESTER PERTAMA SANGGAR GEDEK
Pada bulan februari 2010 Sanggar Gedek yang berlokasi di Depok Jaya, Pancoran Mas membuka lounchingnya, yang kala itu diiringi lebatnya hujan alam sekitar. Aku hadir diantara para wakil-wakil dinas terkait, sesepuh budayawan Depok, rekan-rekan seniman maupun tamu undangan lainnya. Ketika mentari mulai condong ke barat acara lounching dimulai walau mundur beberapa saat oleh kurang akrabnya alam saat itu. Kesibukan panitia tertebus sudah, lounching pun berjalan seperti yang diinginkan bersama. Di atas lahan seluas 3000 meter persegi kini berdiri sebuah sanggar di sekitar kolam-kolam ikan dan suburnya pepohonan bambu di sekelilingnya. Nyaman dan strategis tempat itu, dan cocok sebagai wadah untuk berkreatifitas berbagai kegiatan seni maupun kegiatan positif lainnya, yang berguna bagi masyarakat sekitar sanggar.
Sejak itu aku hadir di antara rekan-rekan seniman lainnya. Sebagai anggota sekaligus pendatang baru di sanggar Gedek maupun di wilayah Depok tentunya unggah ungguh aku lakukan sebagaimana layaknya orang jawa yang bertamu di kediaman orang lain , berusaha menyesuaikan diri, mencari dan mengetahui segala apa yang ada maupun terjadi dalam wadah tersebut. Tak ubahnya aku bagai orang buta yang sedang memasuki sebuah ruangan atau tempat baru, yang masih asing bagiku. Layaknya orang buta hanya mengandalkan indera pendengar, peraba dan naluri dalam mencari sebuah bentuk kehidupan baru alam sekitar.
Ruang begitu besar, tentunya gelap bagiku dan terang bagi mereka yang sudah lama berpijak, berkehidupan hingga bergaul sesama mereka. Berjalan perlahan tanpa tongkat petunjuk arah. Hanya dengan kedua belah tangan kujulurkan, dan kedua kakiku melangkah, tapi hati ini cuma kuat mendorong kemana aku kan melangkahkan kaki-kaki yang mulai renta oleh usia. Kehendak sebagai seorang seniman memberiku keyakinan akan eksistensiku di tempat yang baru ini. Aku tetap harus berjuang dengan segala kekuatan, keyakinan dan konsep yang ada dan sudah ada dalam kehidupan sebelumnya, dalam pengalaman-pengalaman selama hidupku berkecimpung dalam kehidupan sanggar di berbagai tempat maupun di berbagai bidang kesenian. Pengalaman sejak tahun 1975 dengan berbagai kehidupan seniman maupun budayawan kroco, menengah hingga yang kini telah memiliki nama dan kehidupan yang lebih baik. Dengan pengalaman tersebut membuatku merasa tegar dimanapun aku berada, memberiku sebuah bentuk naluri yang jelas dalam berkonsep untuk berkesenian.
Ketika aku melakukan observasi dalam pengenalan lingkungan, tanganku membentur sebuah benda. Aku raba benda itu oooohhhhh berbentuk bulat seperti layaknya sebuah bola, cukup besar bola itu dan terbuat dari bahan plastik, namun karena aku hanya orang buta akupun tak tahu apa warna bola tersebut. Pikirku, mungkin berwarna merah, mungkin hijau, biru, putih bahkan mungkin bola itu berwarna loreng atau belang-belang dengan aneka warna. Sejenak aku terdiam dan tetap meraba-raba bola itu (anggap aja sedang meraba tubuh wanita cantik yang mulus ), tak lama kutemukan sebuah luka goresan pada salah satu bagian bola itu.
Diantara sibuknya teman-teman aku berguman dan berusaha mencari tahu kenapa bola itu tergores dan sobek ? Bola itu sobek kemarin dipakai anak-anak main bola mas ! kayanya kena duri deh teriak teman yang ada di ujung sana, bohong mas ! bukan kena duri tapi kena paku dipagar seminggu yang lalu..... teriak teman yang lain. akupun masih meraba luka goresan pada bola itu, keesokan harinya, seorang teman membisikkan di telinga kiriku perlahan ... mas bola itu sobek ada yang sengaja dengan cutter, oohh gitu ya jawabku, kemudian di telinga kananku berbisik lebih lirih lagi ...... mas ! itukan sobek gara-gara dipakai buat rebutan ! oh ya jawabku, orang itupun pergi entah kemana. Aneka jawaban yang aku terima tentang sobeknya bola itu saling berbeda dan selalu berbeda pada waktu yang berlainan, akupun tetap meraba-raba sobekan pada bola itu, wow mana yang benar, dan mana yang harus kupercaya dengan jawaban teman-teman tersebut.? . Kalau aku dapat melihat seperti kalian semua, tentunya akan mudah aku mengatasi sobekan itu, aku tambal saja pakai solasi, atau pakai lakband atau apa saja yang penting tertutup kembali......... beres kan !.
Aku tak tahu kemana aku harus mencari bahan-bahan untuk menutup luka goresan tersebut, bila aku tak buta mudah bagiku pergi ke warung atau toko terdekat membeli solasi atau lakban guna menutupnya. Tapi aku tak melihat apalagi mengenal daerah tersebut dengan baik, dimana aku bisa membeli bahan tersebut, dan dimana aku bisa menemukan toko terdekat. Aku mencoba bertanya, ada tuh di ujung jalan sana yang jual solasi, belum aku berjalan kudengar teman lain berkata, sebelah sana mas lebih dekat dan lebih lengkap tokonya, udaaahhh tar aja nunggu orang yang mau disuruh sahut yang lain, sementara ada juga yang bilang daahhh biarin aja sobek ! Ya Tuhan berilah aku kekuatan dan kesabaran serta keiklasan dalam menghadapi semua ini. Aku berupaya mencari sesuatu untuk menutup goresan pada bola itu .
Dua bulan aku berdiam diri, mendengar apa yang dapat aku dengar melalui indera telinga ini. Kuraba dan melangkah ke sana kemari untuk mengenal lebih dalam ruangan mapun benda-benda yang ada di sekitar dan di dalam ruangan itu. April 2010 kuawali dengan sebuah ide yang memang belum ada dalam ruang itu. Kegiatan anak-anak memberiku langkah yang menyenangkan karena memang itu bagian hidupku yang telah aku lakukan sejak lama sebelum aku berada dalam ruang yang gelap itu. Semua kulakukan bukan hanya sekedar bentuk seni itu sendiri, di lain sisi aku mengharap dapat menutupi luka sekaligus bola dapat dimanfaatkan dan dapat dipakai untuk bermain kembali. Perjuangan memang sedang berjalan dan dilaksanakan , namun kulihat belum adanya koordinasi yang sebenarnya terjadi dengan baik dalam sebuah organisasi apalagi dalam wadah yang disebut sanggar.
Bulan Mei kan berakhir bersama persiapan-persiapan sebuah acara untuk kota Depok, nada-nada sumbang terdengar diantara kedua anak telinga yang masih melekat di kiri kanan kepala ini, sementara penghayat sekaligus pelantum nada tak merasakan atau tidak mendengar bahwa nada yang dimainkan terdengar sumbang, mungkin adanya angin kencang menyelinap di antara pepohonan bambu sekitar sanggar, sehingga nada lenyap terbawa bayu yang berlalu dan entah kemana arahnya. Maka aku manfaatkan bambu-bambu itu agar bayu bertiup terasa sejuk dan nyaman serta memberikan angin segar di ruangan yang mulai pengap itu. Aku buta juga tak mengerti apa yang selalu terjadi dan apa yang sebenarnya sedang terjadi dan kenapa musti terjadi dalam kebangkitan yang sedang berjalan ini.
Bola itu hanya tergores sedikit, masih bisa di ditutup dengan dengan solasi maupun lakban, sehingga dapat dipakai bermain kembali oleh anak-anak di lapangan sana. Tak perlu lagi mempermasalahakan kenapa dan apa sebabnya bola itu sobek, dan oleh siapa. Biarkan mereka bermain dengan aktivitasnya, kita hanya bisa sebagai wasit dan hakim garis atau pelatih yang baik bagi mereka. Kasihan apabila mereka tidak dapat bermain bola lagi, dan hanya dapat menonton di tv hingga adzan subuh hanya untuk sebuah team idolanya berharap menang dalam dunia persepakbolaan. Sementara kita hanya turut mengantuk menjagokan team idola menang untuk sebuah taruhan yang kurang mendidik anak-anak. Padahal sanggar sangat amat membutuhkan orang-orang seperti kita yang kompeten dan telah diberi tanggung jawab dalam pengelolaan wadah tersebut.
Luka itu masih mudah untuk di atasi bila kita mau dan mampunyai niat untuk menutupinya dan secara bersama dalam sebuah kesepakatan meneruskan perjuangan yang baru dimulai ini. Tidak ada kata terlambat bila memang ada niat kesungguhan dan keiklasan hati, duduk bersama secara manusia dewasa mencari jalan keluar terbaik untuk tetap tegarnya organisasi. Lupakan segala kesalahan dan kelemahan orang lain, tapi mengingat akan kelebihan yang dimiliki, dan memberikan peluang sebagai satu kesatuan team. Karena mencibir kelemahan seseorang memang lebih mudah daripada mengakui kelebihan orang tersebut, dan gengsi dalam sebuah kekalahan memang sulit untuk diucapkan. Untuk itu dibutuhkan kerendahan hati secara bersama dan merasa saling memiliki dan membutuhkan akan kelebihan orang lain dalam organisasi tersebut
Jangan hanya kekerasan hati dan gengsi yang akan merubuhkan sebuah bangunan yang baru saja selesai dibangun dengan jerih payah team itu sendiri. Berjabat tangan secara gentle, merangkul dalam persaudaraan dan melupakan semua kesalahan atau kekurangan dalam team ini, kemudian bercermin bersama agar dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Kemudian secara iklas berjalan bersama mempertahankan apa yang sudah dimiliki sebagai modal dalam menjalankan program-program selanjutnya. Sehingga apa yang terdengar sebagai orang buta dalam ruangan ini tidak lagi melantumkan nada sumbang, tetapi menyanyikan nada-nada lirih yang merdu dan dinamis yang dapat memberiku semangat menuntun langkah kaki dalam kegelapan hingga tak terpantuk atau terjatuh dalam ruang nan gelap itu.
Lihatlah di depan sana kreatifitas anak-anak Depok masih dibutuhkan untuk mengisi hari-hari esok, jangan tengok dibelakang kalau hanya akan menghambat perjalanan kita ini. Yang lalu sebagai pelajaran kita semua sebagai team agar dalam membuka lembaran baru ini tidak terpaku dengan apa yang disebut konsep mandeg. Memang diperlukan pemikiran yang terbuka, koordinasi yang baik sesama personil dalam setiap langkah-langkah yang dijalankan. Sebuah keyakinan dalam suatu niat baik dan keiklasan akan memberikan jalan terbaik dalam upaya pengelolaan sebuah wadah kreatifitas yang disebut sanggar.
Bola itu hanya tergores sedikit, masih bisa di ditutup dengan dengan solasi maupun lakban, sehingga dapat dipakai bermain kembali oleh anak-anak di lapangan sana. Tak perlu lagi mempermasalahakan kenapa dan apa sebabnya bola itu sobek, dan oleh siapa. Biarkan mereka bermain dengan aktivitasnya, kita hanya bisa sebagai wasit dan hakim garis atau pelatih yang baik bagi mereka. Kasihan apabila mereka tidak dapat bermain bola lagi, dan hanya dapat menonton di tv hingga adzan subuh hanya untuk sebuah team idolanya berharap menang dalam dunia persepakbolaan. Sementara kita hanya turut mengantuk menjagokan team idola menang untuk sebuah taruhan yang kurang mendidik anak-anak. Padahal sanggar sangat amat membutuhkan orang-orang seperti kita yang kompeten dan telah diberi tanggung jawab dalam pengelolaan wadah tersebut.
Luka itu masih mudah untuk di atasi bila kita mau dan mampunyai niat untuk menutupinya dan secara bersama dalam sebuah kesepakatan meneruskan perjuangan yang baru dimulai ini. Tidak ada kata terlambat bila memang ada niat kesungguhan dan keiklasan hati, duduk bersama secara manusia dewasa mencari jalan keluar terbaik untuk tetap tegarnya organisasi. Lupakan segala kesalahan dan kelemahan orang lain, tapi mengingat akan kelebihan yang dimiliki, dan memberikan peluang sebagai satu kesatuan team. Karena mencibir kelemahan seseorang memang lebih mudah daripada mengakui kelebihan orang tersebut, dan gengsi dalam sebuah kekalahan memang sulit untuk diucapkan. Untuk itu dibutuhkan kerendahan hati secara bersama dan merasa saling memiliki dan membutuhkan akan kelebihan orang lain dalam organisasi tersebut
Jangan hanya kekerasan hati dan gengsi yang akan merubuhkan sebuah bangunan yang baru saja selesai dibangun dengan jerih payah team itu sendiri. Berjabat tangan secara gentle, merangkul dalam persaudaraan dan melupakan semua kesalahan atau kekurangan dalam team ini, kemudian bercermin bersama agar dapat mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri. Kemudian secara iklas berjalan bersama mempertahankan apa yang sudah dimiliki sebagai modal dalam menjalankan program-program selanjutnya. Sehingga apa yang terdengar sebagai orang buta dalam ruangan ini tidak lagi melantumkan nada sumbang, tetapi menyanyikan nada-nada lirih yang merdu dan dinamis yang dapat memberiku semangat menuntun langkah kaki dalam kegelapan hingga tak terpantuk atau terjatuh dalam ruang nan gelap itu.
Lihatlah di depan sana kreatifitas anak-anak Depok masih dibutuhkan untuk mengisi hari-hari esok, jangan tengok dibelakang kalau hanya akan menghambat perjalanan kita ini. Yang lalu sebagai pelajaran kita semua sebagai team agar dalam membuka lembaran baru ini tidak terpaku dengan apa yang disebut konsep mandeg. Memang diperlukan pemikiran yang terbuka, koordinasi yang baik sesama personil dalam setiap langkah-langkah yang dijalankan. Sebuah keyakinan dalam suatu niat baik dan keiklasan akan memberikan jalan terbaik dalam upaya pengelolaan sebuah wadah kreatifitas yang disebut sanggar.
Marilah bersama-sama kita evaluasi diri dan mencatat apa yang telah kita lakukan selama ini. Kemudian kita lihat konsep yang telah disepakati dalam kebangkitan wadah kreatifitas ini. Kita bisa merinci kebenaran, kekurangan dan kesalahan selama ini sebagai bahan pertimbangan selanjutnya dalam menentukan arah bagaimana dan kemana akan kita bawa bahtera kehidupan ini. Sementara samudera luas dihadapan sana masih menyimpan gelombang bahkan badai yang dapat meluluh lantahkan benda di sekitarnya.
Kini, aku masih buta di tempat yang baru pertama aku pijakkan kaki dan bernaung dalam sebuah organisasi yang disebut sanggar, hanya sebuah konsep dan keyakinan yang memberiku semangat tuk tetap bertahan dan berkreatifitas, walau aku pun belum bisa melihat hasil yang sebenarnya. Waktu masih panjang bahkan lebih panjang dari apa yang telah kita lalui bersama, yang hanya dalam ruangan gelap dan pengap. Padahal mentari masih setia memberi seberkas sinarnya untuk menembus diantara terali-terali jendela dan pintu yang lama tak pernah dibuka. Sinar itu akan memberi kita kesegaran diantara semilir bayu yang menyelinap di sekitar pintu dan terali jendela. Agar ruang tak lagi gelap, dan pengap, agar kita bisa menghirup udara segar, dan merasakan hangatnya sinar mentari. AnugrahNYA jangan kita sia-siakan begitu saja, yang hanya membuat sesak dada kita sendiri. Manfaatkan semua itu sebagai rasa syukur dengan segala karuniaNYA.
Sebagai manusia dewasa yang telah dibekali pikiran, perasaan dan kemauan tentunya dapat menyalurkan semua itu dalam sebuah kebajikan, setidaknya kepada lingkungan dimana kita bernaung dan berkreasi. Membuktikan diri apa yang selama ini telah diberikan kepercayaan dan tanggung jawab dalam mengelola wadah dan organisasi di antara budaya yang ada dan telah hidup di sekitarnya. Langkah demi langkah, gerak gerik kita tak luput dari sorotan mereka, yang tajam dan tak mengenal lelah dalam berucap, terlebih bila nada-nada sumbang masih terdengar santer oleh indera pendengar mereka. Memang ironis, tak ubahnya bayi saat belajar merangkak dan terpeleset oleh ceceran susu dalam botol yang menggelinding tertendang si bayi. Maka sesuatu yang nikmat dan dibutuhkan dalam perkembangan itu dapat juga mencelakakan diri sendiri.
Bayu masih setia bertiup, air kolam pun beriak perlahan membuat segarnya suasana alam sekitar sanggar. Keheningan masih menyelimuti tatkala langkah-langkah gontai menuruni anak tangga yang semakin usang oleh waktu. Tiang-tiang pancang masih mampu bertahan menahan beban, menjaga dan melindungi dengan setia hanya untuk orang-orang seperti kita yang sedang dalam proses mencipta, berekpresi dan berkreatifitas. Untuk itu mari kita topang tiang-tiang pelindung kita itu agar semakin kuat oleh hempasan alam, dan kita akan merasa lebih nyaman dan aman dalam berkegiatan di dalamnya. Mengisi segala lini kosong dalam ruangan itu, memberi nuansa-nuansa segar dengan aneka warna keceriahan, yang dapat membangkitkan jiwa kita maupun anak-anak dalam mengembangkan bakat-bakat seni yang masih tersimpan di dalam diri mereka masing-masing.
Kita sadari usia ini yang semakin condong senja, tak pantas lagi bergelut dengan emosi, tapi bertempurlah dalam wadah prestasi, dan tak patut lagi berebut sesuap nasi, tapi berjuanglah dalam kesadaran dan keiklasan hati untuk memberi sepiring nasi demi mereka yang membutuhkan. Terlebih kita hidup dalam sebuah kelompok, tentunya akan semakin mudah melakukannya. Karena kelompok memiliki kekuatan tersendiri bila dapat berjalan bersama dalam satu tujuan, apalagi bila tujuan itu mulia, jalan pasti kan terbuka lebar, terang dan penuh ketenangan dalam kedamaian.
Sebagai orang buta tentunya hanya memiliki bayangan dan angan-angan, masih membutuhkan banyak bimbingan dan uluran tangan dalam melangkahkan kaki, terlebih di tempat baru yang masih asing bagiku. Aku Cuma ingin orang-orang di sekitarku memberikan arah yang sama dan tidak membingungkan hayalan ini dengan aneka hal-hal yang belum jelas bahkan tidak pasti kemana arah dan tujuan tersebut. Agar langkahku tak tersandung dan terpeleset walau oleh sebuah kerikil yang kecil, tapi dapat mengakibatkan fatal ketika aku terjatuh. Peganglah tanganku bersama-sama dan tunjukkan aku jalan yang terbaik. Marilah kita bersatu untuk menutupi goresan yang ada pada salah satu sisi bola tersebut. Kemudian kita bawa bola ke dalam lapangan yang ada, ajak anak-anak bermain kembali agar terpuaskan kegembiraan mereka, dan terolah raganya agar sehat wal afiat. Jangan biarkan lagi mereka hanya menonton idolanya bermain melalui kaca lebar dengan aneka perjudian yang tersembunyi di belakangnya. Tapi agar mereka juga dapat menirukan kelebihan idolanya, bahkan memiliki kelebihan lain dalam menendang, menggocek maupun berstrategi dalam bermain sepak bola walau saat ini hanya dengan sebuah bola dari bahan plastik yang tertambal solasi. Kita harus yakin suatu saat kita dapat memberikan sebuah bola yang baru dari kulit, agar lebih awet dan mereka lebih bersemangat, lebih pandai bermain bola karena hanya dengan bola plastik pun sudah bisa bermain. Tinggal menyesuaikan naluri, gerakan dan kaki dalam mengolah bola dengan bahan kulit tersebut. Insya Allah .... setidaknya dapat terbentuk sebuh team yang dapat dipertandingkan walau awalnya hanya dalam memperingati kemerdekaan RI di lingkup sekitarnya.
Ujian semester sedang berjalan, banyak yang harus dilakukan agar dapat lulus walau hanya dengan nilai rata-rata cukup, dan dapat melanjutkan semester berikutnya tanpa adanya nilai kredit yang harus ditempuh dengan her. Membaca, belajar dan bertanya apa yang belum kita kuasai materi-materi yang tersisa dalam ujian semester tersebut. Gelar yang pantas masih jauh untuk diraih dan dibanggakan karena ini baru awal sebuah langkah semester pertama. Strategi perlu disusun dengan baik terlebih sebuah organisasi sanggar sebagai wadah kreatifitas berbagai seni. Jangan terlelap tidur dan bermimpi indah di siang hari, tapi bangkitlah bersama cerahnya mentari pagi di ufuk timur sana, dan segarnya semilir bayu ketika halimun masih membasahi rerumputan hijau. (toto, 14 Juli 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar